Salam Berbagi (SABEGI) Jakarta, Kemendikbud – Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) kembali menegaskan komitmen dalam
pemberantasan praktik korupsi melalui pembaruan kerja sama dengan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud)
Muhadjir Effendy dan Ketua KPK Agus Rahardjo menandatangani nota kesepahaman
kerja sama dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, di kantor
Kemendikbud, Jakarta, Kamis pagi (3/8).
"Diharapkan dengan
kerja sama ini dapat meningkatkan kemampuan Kemendikbud untuk memenuhi tanggung
jawabnya, baik kepada Tuhan maupun kepada publik,” disampaikan Mendikbud
Muhadjir dalam sambutannya pagi ini.
Kerja sama yang diprakarsai
KPK ini meliputi pendidikan anti korupsi, pertukaran data dan/atau informasi,
sistem pencegahan korupsi, implementasi platform JAGA, serta pelayanan
pengaduan masyarakat dan penertiban barang milik negara. Menurut Muhadjir,
kesepahaman yang berlaku selama lima tahun ini, ditujukan untuk meningkatkan
koordinasi berbagai pihak dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi,
khususnya di sektor pendidikan.
Kemendikbud telah memasukkan
nilai-nilai karakter yang kuat dengan semangat anti korupsi ke dalam muatan
mata pelajaran dalam kurikulum pendidikan. Menurut Muhadjir, pendidikan anti
korupsi diperkenalkan kepada peserta didik sedini mungkin agar tertanam ke
dalam jiwa peserta didik untuk membentuk karakter integritas yang kokoh.
Pendidikan anti korupsi juga
akan menyasar satuan pendidikan agar dapat meningkatkan tata kelola dan menjadi
lembaga yang akuntabel. “Nanti akan disusun dan dikembangkan modul-modul untuk
pendidik dan tenaga kependidikan agar menjadikan sekolah sebagai tempat
menumbuhkan karakter integritas. Sesuai dengan salah satu nilai karakter
prioritas dalam penguatan pendidikan karakter. Memang harus ada keteladanan,”
jelas Mendikbud.
Terkait sistem pencegahan
korupsi, Kemendikbud dan KPK mendorong penguatan dalam mekanisme laporan harta
kekayaan negara (LHKPN), dan penerapan wilayah bebas dari korupsi (WBK) serta
wilayah birokrasi bersih dan melayani (WBBM). Tak hanya itu, pengendalian
gratifikasi juga menjadi salah satu pokok penguatan dalam kerja sama
Kemendikbud dengan lembaga antirasuah tersebut.
“Kami sangat berharap
ownership (pencegahan korupsi) ada di Kemendikbud, kami hanya men-trigger saja.
Kami juga berharap dapat ditugaskan satgas khusus yang melibatkan wakil dari
tiap unit-unit utama,” kata Agus Rahardjo.
Upaya Pencegahan dan
Pengendalian Korupsi di Lingkungan Kemendikbud dilakukan dengan berbagai
pendekatan. Pada tanggal 6 Oktober 2015, Kemendikbud telah mencanangkan Zona
Integritas. Pada akhir tahun 2015 tercatat 99% pejabat wajib lapor di
lingkungan Kemendikbud telah menyampaikan LHKPN. Di samping itu, sebanyak
13.893 pegawai yang tidak tergolong wajib lapor juga telah ditetapkan sebagai
wajib lapor Laporan Harta Kekayaan Aparatur Sipil Negara (LHKASN); tercatat
sebanyak 87% telah menyampaikan LHKASN.
Upaya pengendalian
gratifikasi ditempuh dengan mendirikan Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) yang
memfasilitasi pelaporan penerimaan gratifikasi, melayani konsultasi terkait
gratifikasi, dan berkoordinasi dengan KPK terkait penetapan status gratifikasi.
Saat ini sistem pelaporan penyimpangan (whistle blowing system) di Kemendikbud
dapat dilakukan di kanal Posko Pengaduan Inspektorat Jenderal. Masyarakat dapat
menyampaikan laporan mereka di posko-pengaduan.itjen.kemdikbud.go.id.
Penumbuhan tunas-tunas
integritas yang dilakukan sejak tahun 2013 telah melatih sebanyak 638 orang
yang terdiri dari pejabat eselon di lingkungan Kemendikbud. Internalisasi
nilai-nilai anti korupsi juga terus dilakukan kepada guru, kepala sekolah, dan
Dinas Pendidikan Provinsi/ Kabupaten/Kota di 34 provinsi. (*)
Sumber : https://www.kemdikbud.go.id
Posting Komentar