Salam Berbagi (SABEGI) Jakarta_(21/06/2017), Dalam rangka mendukung kebijakan
pembangunan nasional terutama mewujudkan pencapaian ketahanan pangan,
pembangunan peternakan dilakukan bertujuan untuk mencapai ketahanan pangan
melalui penyediaan protein hewani asal ternak. I Ketut Diarmita selaku Direktur
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian
menyampaikan, ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan
pangan yang cukup, tetapi juga kemampuan untuk mengaksesnya (termasuk membeli)
pangan dan tidak terjadinya ketergantungan pangan pada pihak manapun.
“Terkait penyediaan protein hewani asal ternak, saat ini
Indonesia telah mencapai swasembada daging ayam, bahkan telah mampu mengekspor
telur ayam tetas (hatching eggs) ke negara Myanmar, serta mengekspor daging ayam
olahan ke Papua New Guiniea dan Timor Leste,” kata I Ketut Diarmita.
Menurutnya, Pemerintah saat ini terus melakukan upaya untuk membuka negara baru
tujuan ekspor daging ayam olahan, untuk mencegah terjadinya kelebihan pasokan
daging ayam di dalam negeri. “Saat ini Jepang telah menetapkan 5 unit usaha
pengolahan daging yang disetujui untuk mengekspor ke Jepang,” ujarnya.
Untuk perunggasan khususnya ayam ras, faktor kritis yang
menjadi titik perhatian pemerintah adalah pengaturan keseimbangan supply dan
demand dalam rencana produksi nasional. Rencana produksi tersebut tentunya
memperhatikan eksistensi dan keberlangsungan usaha para pebisnis perunggasan
yaitu pelaku usaha integrasi, pelaku usaha mandiri, koperasi dan
peternak. Pemerintah telah menetapkan regulasi terkait hal tersebut
melalui Permentan Nomor 61 Tahun 2016 Tentang Penyediaan, Peredaran dan
Pengawasan Ayam Ras.
Faktor lain yang dicermati di sektor perunggasan adalah
target Kementerian Pertanian untuk zero import jagung sebagai bahan pakan
ternak. Hal ini akan dicapai melalui upaya khusus penambahan luas areal
penanaman jagung di lahan khusus dan melakukan kerjasama penyerapan dan
pembelian hasil panen jagung oleh pabrik pakan.
“Sedangkan untuk produksi daging sapi/kerbau, Presiden Joko
Widodo telah mencanangkan program swasembada daging sapi/kerbau pada tahun
2026,” ungkap I Ketut Diarmita. Berdasarkan data BPS, prognosa produksi daging
sapi di dalam negeri periode 2017 tercatat sebesar 354.770 ton, sedangkan
perkiraan kebutuhan daging sapi mencapai 604.968 ton. Sehingga untuk memenuhi
kekurangannya sebanyak 30-40 persen dipenuhi dengan impor, baik dalam bentuk
impor sapi bakalan maupun daging. Kekurangan penyediaan daging sapi ini menjadi
tantangan sekaligus peluang dalam pembangunan peternakan nasional.
“Secara umum memang kita masih mengandalkan pasokan impor
untuk menutupi kebutuhan daging sapi di kota-kota besar terutama untuk wilayah
Jabodetabek”, ungkap Drjen PKH. Saat ini industri sapi dan daging sapi masih
lebih berkembang ke arah hilir terutama ke bisnis penggemukan dan impor daging.
Mencermati kondisi tersebut, dalam jangka menengah dan panjang Pemerintah
mendorong industri peternakan sapi dan kerbau lebih ke arah hulu, yaitu ke arah
perbibitan dan pengembangbiakan. Untuk itu pemerintah akan memperkuat aspek
perbenihan dan perbibitan melalui keberadaan Balai Besar Inseminasi Buatan
Singosari dan Balai Inseminasi Buatan Lembang serta 8 Balai Perbibitan ternak
untuk menghasilkan benih dan bibit unggul berkualitas.
Dalam rangka percepatan peningkatan populasi sapi di
tingkat peternak, pemerintah akan melakukan Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib
Bunting (UPSUS SIWAB) pada tahun 2017 dengan target 4 juta ekor akseptor dan 3
juta ekor sapi bunting. Sesuai dengan Permentan Nomor 48 Tahun 2016, perbaikan
sistem manajemen reproduksi pada UPSUS SIWAB dilakukan melalui pemeriksaan
status reproduksi dan gangguan reproduksi, pelayanan IB dan kawin alam,
pemenuhan semen beku dan N2 cair, pengendalian betina produktif dan pemenuhan
hijauan pakan ternak dan konsentrat.
Upaya lain yang dilakukan pemerintah dalam rangka
percepatan peningkatan populasi sapi adalah melalui implementasi Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 49 Tahun 2016 Tentang Pemasukan Ternak Ruminansia Besar
Ke Dalam Wilayah Negara Republik. Dalam regulasi tersebut, diwajibkan importir
sapi bakalan untuk juga memasukkan sapi indukan dengan rasio 20% bagi pelaku
usaha dan 10% bagi Koperasi Peternak dan Kelompok Peternak.
Dalam rangka penguatan skala ekonomi dan kelembagaan
peternak pemerintah mengupayakan serangkaian kebijakan seperti: a) Menggeser
pola pemeliharaan sapi perorangan ke arah kelompok dengan pola perkandangan
koloni sehingga memenuhi skala ekonomi; (b) Pengembangan pola integrasi ternak
tanaman, misalnya integrasi sapi-sawit; c) Pengembangan padang penggembalaan:
optimalisasi lahan ex-tambang dan kawasan padang penggembalaan di Indonesia
Timur; d) Fasilitasi Asuransi Usaha Ternak Sapi (AUTS).
Terkait ketersediaan daging sapi untuk HBKN (Hari Besar
Keagamaan Nasional), yaitu bulan Puasa dan Idul Fitri Tahun 2017, Kementan
khususnya Ditjen PKH telah menghitung dan menjamin ketersediaan daging dan
telur ayam di dalam negeri, yang bahkan kondisinya sudah surplus. Sedangkan
untuk daging sapi, kami bersama-sama dengan kementerian perdagangan telah
menghitung prognosa kebutuhan dan ketersediaan di dalam negeri, dan setelah
dihitung memang masih ada defisit dan diperlukan upaya pemasukan daging pada
tahun 2017.
“Jika kita lihat dari perkembangan kondisi ketersediaan
daging sapi menjelang H-4 lebaran, kita bersyukur tidak ada gejolak harga bahan
pokok khususnya yang terkait dengan komoditi peternakan, yaitu daging sapi,
daging ayam, dan telur ayam. Kondisi ini tentu kami harapkan dapat terus
dipertahankan sampai dengan lebaran, dan ini akan tercapai apabila ada dukungan
dari semua pihak termasuk rekan-rekan wartawan”, kata I Ketut Diarmita.
“Kondisi harga bahan pokok khususnya daging sapi, daging
ayam dan telur ayam, pada puasa dan lebaran tahun ini merupakan yang paling
baik dibandingkan 10 tahun terakhir, yang biasanya terjadi gejolak harga bahan
pokok yang sangat fluktuatif”, ujar I Ketut Dairmita. “Keberhasilan ini
tentunya tidak lepas dari peran serta Satgas Pangan POLRI dan KPPU yang secara
bersama-sama dan sangat luar biasa aktif mendorong tercapainya stabilitas
harga pangan tersebut”, ungkap I Ketut Diarmita.
“Kami juga menyampikan penghargaan secara khusus kepada
para pelaku usaha yang telah menyediakan daging dan telur dengan harga sesuai
dengan yang diharapkan oleh masyarakat< tambahnya. Namun demikian, terkait
dengan fluktuasi daging dan telur ayam yang perlu diwaspadai adalah kemungkinan
penurunan harga setelah lebaran. Oleh karena itu, Ditjen PKH tengah
mengupayakan langkah-langkah konkrit untuk mencegah hal tersebut terjadi. Dan
kami juga meminta seluruh stakeholder untuk ikut mendukung dan berpartisipsi
dalam upaya ini.
“Kami berharap dengan dukungan dari semua pihak maka
diharapkan pembangunan peternakan nasional dapat berjalan sesuai dengan rencana
strategis yang telah ditetapkan, dan dapat dicapai ketahanan pangan protein
hewani asal ternak”, ungkap I Ketut Diarmita.
"Saya optimis, meskipun produksi daging sapi di dalam
negeri saat ini masih belum mencukupi, tapi dengan kerja keras dan kesungguhan
para peternak, serta dukungan semua pihak, maka akan menggeliatkan populasi
sapi di Indonesia. Sehingga diharapkan dengan adanya peningkatan populasi dan
produktivitas ternak, secara signifikan dapat memberikan dampak positif untuk
peningkatan ketersediaan daging sapi di Indonesia dan tercapainya harga daging
sapi yang terjangkau di tingkat konsumen”, tambahnya. “Selain itu, kedepannya
diharapkan dalam usaha peternakan sapi di Indonesia akan berorientasi profit,
sehingga selain untuk kesejahteraan peternak, juga dapat mendukung cita-cita Indonesia
sebagai lumbung pangan dunia” ujar I Ketut Diarmita penuh harap.
Sumber : ditjennak.pertanian.go.id
Posting Komentar