BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Pajak
merupakan iuran wajib warga Negara kepada Negara. Banyak kegiatan yang
dilakukan oleh masyarakat yang dikenakan pajak, baik itu pajak atas
penghasilan, pajak bumi dan bangunan, pajak atas kendaraan bermotor , dan
lain-lain. Tidak luput pula pajak atas kegiatan penjualan dan import barang
yang dikategorikan barang mewah. Pajak ini dinamakan pajak penjualan atas barang mewah. Pajak jenis ini dipungut
karena alasan bahwa barang tersebut. Selain dibuat untuk memenuhi tugas mata
kuliah Manajemen Perpajakan, makalah ini dibuat agar pembaca lebih memahami
tentang pajak pertambahan nilai atas barang mewah secara lebih mendalam.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa pengertian pajak pertambahan nilai atas barang
mewah?
2.
Siapa yang menjadi subjek PPN?
3.
Berapa tarif PPN?
4.
Apa yang dimaksud dasar pengenaan pajak?
5.
Barang apa saja yang tidak terkena PPnBM?
6.
Bagaimana cara menghitung pajak pertambahan nilai
atas barang mewah?
C.
TUJUAN
1.
Untuk memahami pengertian dari pajak pertambahan
nilai atas barang mewah.
2.
Untuk mengetahui tarif pajak penjualan barang mewah.
3.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dasar pengenaan
pajak.
4.
Untuk
memahami bagaimana perhitungan PPN dan PPnBM.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DASAR HUKUM
Undang-undang yang mengatur PPN dan
PPn BM adalah UU Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan UU No 42 tahun 2009. Undang-undang ini disebut
Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.
B. DEFINISI
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI(PPN)
Pajak
Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai
dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.
PPN
mempunyai karakteristik antara lain:
a.
Pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut
disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak, atau dengan
kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan lansung pajak
yang ia tanggung. Dapat juga dikatakan
pemikul beban pajak dan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke kantor
pelayanan pajak adalah subjek yang berbeda.
b.
Multitahap, maksudnya pajak dikenakan di tiap mata
rantai produksi dan distribusi.
c.
Pajak objektif, maksudnya pengenaan pajak didasarkan
pada objek pajak.
C. BARANG KENA PAJAK (BKP)
1. Pengertian
Barang adalah barang berwujud, yang
menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak
bergerak, dan barang tidak berwujud.Barang kena pajak adalah barang yang
dikenai pajak berdasarkan Undang-undang PPN 1984.
Yang dimaksud dengan “Barang Kena
Pajak Tidak Berwujud” adalah :
1. Penggunaan atau hak menggunakan hak
cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau
model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak
kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya.
2. Penggunaan atau hak menggunakan
peralatan/perlengkapan industrial, komersial atau ilmiah.
3. Pemberian pengetahuan atau informasi
di bidang ilmiah, teknikal, industrial atau komersial.
4. Pemberian bantuan tambahan atau
pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut
pada huruf a, penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada huruf b,
atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada huruf c, berupa :
·
Penerimaan
atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang
disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau
teknologi yang serupa.
·
Penggunaan
atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk
siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel,
serat optik, atau teknologi yang serupa.
·
Penggunaan
atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi.
1. Penggunaan atau hak mengguanakn film
gambar hidup (motion picture films), film atau pita video untuk siaran
televisi, atau pita suara untuk siaran radio,
2. Pelepasan seluruhnya atau sebagian
hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial
atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas.
2. Pengecualian BKP
Jenis barang yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai berikut :
1. Barang hasil pertambangan atau hasil
pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya
2. Barang-barang kebutuhan pokok yang
sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak
3. Makanan dan minuman yang disajikan
oleh hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya.
4. Uang, emas batangan, dan surat-surat
berharga (saham, obligasi dan lainnya).
D. JASA KENA PAJAK
1. Pengertian
Jasa adalah setiap kegiatan
pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang
menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk
dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan
atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan. Jasa kena pajak
adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang PPN 1984.
2. Pengecualian JKP
Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok jasa
sebagai berikut :
1. Jasa pelayanan kesehatan medis
2. Jasa di bidang pelayanan sosial
3. Jasa di bidang pengiriman surat
dengan perangko
4. Jasa keuangan
5. Jasa asuransi
6. Jasa di bidang keagamaan
7. Jasa pendidikan
8. Jasa kesenian dan hiburan
9. Jasa penyiaran yang tidak bersifat
iklan
10. Jasa angkutan umum di darat dan di
air
11. Jasa tenaga kerja
12. Jasa perhotelan
13. Jasa yang disediakan oleh pemerintah
dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum
14. Jasa penyediaan tempat parkir
15. Jasa telepon umum
16. Jasa pengiriman uang dengan wesel
pos
17. Jasa boga atau katering
E. PENGUSAHA KENA PAJAK
1. Pengertian
Pengusaha
adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha
atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang,
melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar
Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan
jasa dari luar Daerah Pabean.
Pengusaha
kena pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan
atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang
PPN 1984.
2. Kewajiban Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha Kena Pajak berkewajiban,
antara lain untuk :
1. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
menjadi Pengusaha Kena Pajak.
2. Memungut PPN dan PPn BM yang
terutang.
3. Menyetorkan PPN yang masih harus
dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan serta menyetorkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang.
4. Melaporkan penghitungan pajak.
3. Pengecualian Kewajiban Pengusaha
Kena Pajak
Pengusaha yang dikecualikan dari
kewajiban sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah sebagai berikut :
1. Pengusaha kecil
2. Pengusaha yang semata-mata
menyerahkan barang dan atau jasa yang tidak dikenakan PPN
4. Pengusaha Kecil
Pengusaha kecil adalah pengusaha
yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau
Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak
lebih dari Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Beberapa hal yang perlu diketahui
sehubungan dengan pengusaha kecil :
1. Dilarang membuat faktur pajak
2. Tidak wajib memasukkan SPT Masa PPN
3. Diwajibkan membuat pembukuan atau
pencatatan
4. Wajib lapor untuk dikukuhkan sebagai
PKP, bagi pengusaha kecil yang memperoleh peredaran bruto di atas batas yang
telah ditentukan
F. PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK
Penyerahan dimaksudkan sebagai
penyerahan hak, pengalihan hak atas barang, pemakaian sendiri dan penyerahan
lainnya seperti penyerahan karena konsinyasi. Termasuk dalam pengertian
penyerahan barang Kena Pajak sesuai dengan Undang-undang PPN adalah :
1. Penyerahan hak atas Barang Kena
Pajak karena suatu perjanjian.
Perjanjian yang dimaksudkan meliputi
jual beli, tukar-menukar, jual beli dengan angsuran, atau perjanjian lain yang
mengakibatkan penyerahan hak atas barang.
2. Pengalihan Barang Kena Pajak karena
satu perjanjian sewa beli dan atau perjanjian sewa guna usaha (leasing).
Penyerahan Barang Kena Pajak juga
dapat terjadi karena perjanjian sewa beli atau perjanjian sewa guna usaha (leasing).
Adapun yang dimaksud dengan penyerahan karena perjanjian sewa guna usaha
adalah penyerahan yang disebabkan oleh perjanjian sewa guna usaha dengan hak
opsi. Meskipun pengalihan atau penyerahan hak atas Barang Kena Pajak belum
dilakukan dan pembayaran atas harga jual Barang Kena Pajak tersebut dilakukan
secara bertahap, tetapi karena pengusaan atas Barang Kena Pajak telah berpindah
dari penjual kepada pembeli atau dari lessor kepada lessee, maka
penyerahan Barang Kena Pajak dianggap telah terjadi pada saat perjanjian
ditandatangani, kecuali apabila saatnya berpindahnya pengusaan secara nyata
atas Barang Kena Pajak tersebut terjadi lebIh dahulu daripada saat
ditandatanganinya perjanjian.
3. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada
pedagang perantara atau melalui juru lelang.
Pedagang perantara adalah orang
pribadi atau badan yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya dengan
nama sendiri melakukan perjanjian atau perikatan atas dan untuk tanggungan orang
lain dengan mendapat upah atau balas jasa tertentu, misalnya komisioner.
Sedangkan yang dimaksud dengan juru lelang adalah juru lelang pemerintah atau
yang ditunjuk oleh Pemerintah.
4. Pemakaian sendiri dan atau pemberian
cuma-cuma atas Barang Kena Pajak.
Pemakaian sendiri diartikan sebagai
pemakaian untuk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawannya.
Sedangkan pemberian cuma-cuma diartikan sebagai pemberian yang diberikan tanpa
pembayaran, antara lain pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi
atau pembeli.
5. Barang Kena Pajak berupa persediaan
dan atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang
masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan.
Persediaan Barang Kena Pajak dan
asset yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih
tersisa pada saat pembubaran perusahaan disamakan dengan pemakaian sendiri
sehingga dianggap sebagai penyerahan Barang Kena Pajak. Khusus untuk asset yang
menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, hanya dikenakan PPN apabila
memenuhi persyaratan, yaitu bahwa PPN yang dibayar pada saat perolehanya dapat
dikreditkan.
6. Penyerahan Barang Kena Pajak dari
pusat ke cabang atau sebaliknya dan atau penyerahan Barang Kena Pajak
antarcabang.
Apabila suatu perusahaan mempunyai
lebih dari satu tempat pajak terutang, yaitu tempat melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak kepada pihak lain, baik sebagai pusat maupun sebagai cabang
perusahaan, maka undang-undang ini menganggap bahwa pemindahan Barang Kena
Pajak antartempat tersebut merupakan penyerahan Barang Kena Pajak. Yang
dimaksud dengan cabang dalam ketentuan ini termasuk antara lain lokasi usaha,
perwakilan, unit pemasaran, dan sejenisnya.
7. Penyerahan Barang Kena Pajak secara
konsinyasi.
Dalam hal penyerahan secara
konsinyasi, PPN yang sudah dibayar pada waktu Barang Kena Pajak bersangkutan
diserahkan untuk dititipkan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa
Pajak terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak yang dititipkan tersebut.
Sebaliknya jika Barang Kena Pajak titipan tersebut tidak laku dijual dan
diputuskan untuk dikembalikan kepada pemilik Barang Kena Pajak pengusaha yang
menerima titipan tersebut dapat menggunakan ketentuan mengenai pengembalian
Barang Kena Pajak (retur) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5A tentang PPN dan
PPn BM. Perlu diketahui bahwa penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi
oleh pengusaha kecil sesuai dengan ketentuan Undang-undang PPN, tidak dikenakan
pajak Pertambahan Nilai.
8. Penyerahan Barang Kena Pajak oleh
Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan
berdasarkan prinsip syariah yang penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha
Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkan Barang Kena Pajak.
Tidak termasuk dalam penyerahan
Barang kena Pajak adalah :
1. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada
makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
2. Penyerahan Barang Kena Pajak untuk
jaminan utang-piutang.
3. Penyerahan Barang Kena Pajak dari
pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak antarcabang,
dalam hal Pengusaha Kena Pajak tersebut telah memperoleh izin pemusatan tempat
pajak terutang
4. Pengalihan Barang Kena Pajak dalam
rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha
dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan
adalah Pengusaha Kena Pajak.
5. Barang Kena Pajak berupa aktiva yang
menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada
saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak
dapat dikreditkan.
G. OBJEK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN SUBJEK
PAJAK PPN
·
Objek
Pajak Pertambahan Nilai
PPN dikenakan atas :
1. Penyerahan BKP di dalam Daerah
Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
Syarat-syaratnya adalah :
·
Barang
berwujud yang diserahkan merupakan BKP
·
Barang
tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP Tidak Berwujud
·
Penyerahan
dilakukan di dalam Daerah Pabean
·
Penyerahan
dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya
2. Impor BKP
3. Penyerahan JKP di dalam Daerah
Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
Syarat-syaratnya adalah :
·
Jasa
yang diserahkan merupakan JKP
·
Penyerahan
dilakukan di dalam Daerah Pabean
·
Penyerahan
dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya
4. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari
luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
5. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean
6. Ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha
Kena Pajak
7. Ekspor BKP Tidak Berwujud oleh
Pengusaha Kena Pajak
8. Kegiatan membangun sendiri yang
dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau
badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
9. Penyerahan PKP berupa aktiva yang
menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP, kecuali atas
penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan.
·
Subjek Pajak PPN
Subjek pajak PPN adalah Pengusaha
Kena Pajak.
Pengusaha Kena Pajak adalah
pengusaha yang:
a.
Mempunyai omset > 600 juta setahun.
b.
Pengusaha yang menyerahkan (memperdagangkan) JKP/BKP.
c.
Barang berwujud berupa barang bergerak maupun tidak bergerak dan barang tidak
berwujud yang dikenai pajak berdasarkan UU. JKP adalah setiap kegiatan
pelayanan termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan
atau permintaan dengan bahan dan petunjuk dari pemesanan yang dikenai pajak
berdasarkan UU.
d.
Pengusaha kecil yang mendaftar atau mengukuhkan dirinya sebagai Pengusaha Kena
Pajak.Contoh pengusaha kena pajak diantaranya:
a. Pabrikan;
b. Importir;
c. Agen utama;
d. Pedagang besar;
e. Pengusaha jasa;
f. Pemegang hak paten,
merk dagang, hak cipta;
g. Pedagang eceran atau
pengusaha kecil.
H. PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
(PPn BM)
PPnBM merupakan pajak atas
Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha
yang menghasilkan barang tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha
atau pekerjaannya atau impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.
Batasan suatu barang termasuk BKP
yang tergolong mewah adalah :
·
Barang
tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok
·
Barang
tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
·
Pada
umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi
·
Barang
tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status.
PPn BM dikenakan atas :
·
Penyerahan
BKP atas tergolong mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan BKP
yang tergolong mewah tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya
·
Impor
BKP yang tergolong mewah
PPn BM merupakan pungutan tambahan di samping PPN. PPn BM
hanya dikenakan 1 (satu) kali pada waktu penyerahan BKP yang tergolong mewah
oleh pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor BKP yang tergolong
mewah.
I. DASAR PENGENAAN PAJAK
Untuk menghitung besarnya pajak PPN
atau PPn BM yang terutang perlu adanya Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Dasar
Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual atau Penggantian atau Nilai Impor atau
Nilai Ekspor atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan
yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak terutang.
1. Harga Jual
Harga jual ialah nilai berupa uang,
termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena
penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut
Undang-undang PPN dan PPn BM dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur
Pajak.
2. Penggantian
Penggantian ialah nilai berupa uang
termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa
karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut
undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
3. Nilai Ekspor
Nilai Ekspor ialah nilai berupa
uang, termasuk semua biaya yang diminta atau yang seharusnya diminta oleh
eksportir. Nilai ekspor dapat diketahui dari dokumen ekspor, misalnya harga
yang tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
4. Nilai Import
Nilai Import ialah nilai berupa uang
yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang
dikenakan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Perundang-undangan Pabean untuk
impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut
menurut Undang-undang PPN dan PPn BM.
Penerapan DPP diatur dalam berbagai
peraturan pelaksanaan undang-undang sebagaimana berikut :
1. Untuk penyerahan atau penjualan BKP,
yang menjadi DPP adalah jumlah harga jual.
2. Untuk penyerahan JKP, yang menjadi
DPP adalah penggantian.
3. Untuk impor, yang menjadi DPP adalah
nilai impor.
4. Untuk ekspor, yang mrnjadi DPP
adalah nilai ekspor.
5. Atas kegiatan membangun sendiri
bangunan permanen dengan luas 300 m2 atau lebih, yang dilakukan oleh
orang pribadi atau badan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya,
DPP-nya adalah 40% (empat puluh persen) dari jumlah biaya yang
dikeluarkan untuk membangun (tidak termasuk harga perolehan tanah).
6. Untuk pemakaian sendiri BKP dan atau
JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor.
7. Untuk pemberian cuma-cuma BKP dan
atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor.
8. Untuk penyerahan media rekaman suara
atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-rata.
9. Untuk penyerahan film cerita adalah
perkiraan hasil rata-rata per judul film.
10. Untuk penyerahan produk hasil
tembakau adalah sebesar harga jual eceran.
11. Untuk BKP berupa persediaan dan atau
aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih
tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar wajar.
12. Untuk penyerahan BKP dari pusat ke
cabang atau sebaliknya dan atau penyerahan BKP antar cabang adalah harga pokok
penjualan atau harga perolehan.
13. Untuk penyerahan BKP melalui pedagang
perantara adalah harga yang disepakati antara pedagang perantara dengan
pembeli.
14. Untuk penyerahan BKP melalui juru
lelang adalah harga lelang.
15. Untuk penyerahan jasa pengiriman
paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang
seharusnya ditagih.
16. Untuk penyerahan jasa biro
perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah
tagihan atau jumlah yabg seharusnya ditagih.
J. TARIF PAJAK
1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai
Tarif PPN yang berlaku saat ini
adalah 10% (sepuluh persen). Sedangkan tarif PPN sebesar 0% (nol persen)
diterapkan atas :
·
Ekspor
BKP Berwujud
·
Ekspor
BKP Tidak Berwujud
·
Ekspor
JKP
2. Tarif Pajak Penjualan atas Barang
Mewah
Tarif PPn BM dapat ditetapkan dalam
beberapa kelompok tarif, yaitu tarif paling rendah 10% (sepuluh persen) dan
paling tinggi 200% (dua ratus persen).
Atas ekspor Barang Kena Pajak yang
tergolong mewah dikenai pajak dengan tarif 0% (nol persen).
a.
Objek dan tariff PPnBM
Objek PPnBM adalah penyerahan BKP
yang tergolong mewah oleh pabrikan dan Impor BKP yang tergolong mewah.
Pengenaannya hanya satu kali dengan tariff 10%-75%.
b.
Tariff PPnBM untuk kendaraan
bermotor:
1. Tarif PPnBM untuk kendaraan bermotor
10%
a) orang lebih dari 10 (termasuk
pengemudi) dengan bahan bakar bensin atau solar.
b) Angkutan orang kurang dari 10
(termasuk pengemudi) dan van dengan bahan bakar bensin atau solar dan system I
gandar penggerak (4x2) serta isi silinder >1500cc.
2. Kelompok tariff PPnBM 15 %
Angkutan orang kurang dari 10
(termasuk pengemudi) dan van dengan system satu gandar penggerak (4x2), dengan
bahan bakar:
a) Bensin, kapasitas silinder >
1500cc dan ≤ 3000cc;
b) Solar, kapasitas silinder >
1500cc dan ≤ 2500cc.
3. Kelompok tarif PPnBM 30%
a) Angkutan orang kurang dari 10
(termasuk pengemudi) jenis sedan/station
wagon dengan kapasitas isi silinder ≤ 1500cc;
b) Angkutan orang kurang dari 10
(termasuk pengemudi) dan van dengan system gandar penggerak (4x2), dengan bahan
bakar:
1. Bensin, kapasitas silinder >
3000cc;
2. Solar, kapasitas silinder >
2500cc.
c) Angkutan orang kurang dari 10
(termasuk pengemudi) dan van dengan bahan bakar bensin atau solar system 2
gandar penggerak (4x4) serta isi silinder ≤ 1500cc.
4. Kelompok tariff PPnBM 40%
a) Kendaraan bermotor sedan/station
wagon dan angkutan kurang dari 10 (termasuk pengemudi) dan van dengan system
dua gandar penggerak (4x4) dengan bahan bakar:
1. Bensin, kapasitas silinder >
1500cc dan ≤ 3000cc;
2. Solar, kapasitas silinder >
1500cc dan ≤ 3000cc.
5. Kelompok tariff PPnBM 50%
a. Kendaraan bermotor sedan/station
wagon dan angkutan orang kurang dari sepuluh (terrmasuk pengemudi) dan van
dengan system 2 gandar penggerak (4x4) dengan bahan bakar:
1. Bensin, kapasitas silinder >
3000cc.
2. Solar, kapasitas silinder >
2500cc.
b. Jenis kendaraan khusus untuk mobil
golf, mobil balap dan sejenisnya, trailer dan semi trailer dari tipe caravan
untuk perumahan dan kemah.
c. Tariff
PPnBM diluar kendaraan bermotor
1. Tariff PPnBM 10%
a. Kepala susu atau susu yang
diasamkan/diragi, mengandung tambahan gula atu pemanis lainnya atau tidak,
diberi aroma atau tidak, diberi rasa atau tidak, mengandung tambahan
buah-buahan,biji-bijian, cocoa atau tidak, mengandung tambahan atau tidak,
yoghurt, kephir, whey, keju, mentega, atau lemak atau minyak yang diperoleh
dari susu, serta dibotolkan atau dikemas;
b. Air buah dan air sayuran, yang belum
meragi atau tidak mengandung alcohol, mengandung tambahan gula atau pemanis
lainnya maupun tidak, mengandung aroma ataupun tidak, serta dibotolkan atau
dikemas;
c. Minuman yang tidak mengandung
alcohol, mengandung tambahan gula atau pemanis lainnya atu tidak, yang
dibotolkan atau dikemas, serta air soda yang dibotolkan/dikemas;
d. Wangi-wangian, produk kecantikan
untuk pemeliharaan kulit, tangan, kai, dan rambut, serta preparat rias lainnya.
e. Alat rumah tangga, pesawat
pendingin, pesawat pemanas, mesin jual barang otomatis termasuk mesin penukar
uang, dan pesawat penerima siaran televise;
f. Hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen,
kondo-minium, town house dan sejenisnya;
2. Kelompok tariff PPnBM 20%
a. Barang saniter dan perlengkapannya,
kecuali yang terbuat dari plastic, seng atau semen;
b. Alat fotografi, alat sinematografi,
alat optic, alat perekam suara atau gambar, media rekam, pesawat penerima dan
pengirim suara;
c. Mesin pengatur suhu udara, mesin
setrika, mesin cuci, mesin pengering, mesin elektromagnetik, pesawat cukur dan
pesawat pangkas rambut serta instrument music.
3. Kelompok tariff PPnBM 35%
a. Minuman
yang mengandung alcohol;
b. Barang-barang
yang sebagian atu seluruhnya terbuat dari kulit atau kulit tiruan, kecuali yang
dibuat didalam negeri;
c.
Permadani yang dibuat dari bahan tertentu;
d.
Semua jenis alas kaki, kecuali yang dibuat di dalam negeri;
e. Barang
barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari Kristal, batu pualam, granit
atau onyx;
f.
Barang barang yang terbuat dari keramik, kecuali yang dibuat di dalam negeri;
g. Barang
barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari logam mulia dan atau mutiara;
atau campuran dari padanya, kecuali yang dibuat didalam negeri;
h. Pesawat
udara, kecuali yang diperlukan untuk keperluan Negara dan angkutan umum;
i.
Kapal pesiar, bahtera dan kendaraan air tertentu, kecuali untuk keperluan
Negara atau angkutan umum;
j.
Peralatan dan perlengkapan olahraga golf, power boating, gantole terbang
laying, menyelam;
k.
Senjata api, senjata angin dan gas beserta peralatannya kecuali keperluan
Negara;
l.
Barang barang perabot rumah tangga dan kantor, kecuali yang dibuat didalam
negeri;
m.
Perlengkapan untuk mainan didalam ruangan, diatas meja dan dalam taman hiburan
untuk dewasa dan anak anak.
d. Barang
barang yang tidak terkena PPnBM
1. Import dan penyerahan kendaraan
bermotor dalam keadaan terurai (completely
knock down/CKD).
2.
Kendaraan bermotor dalam pentuk sasis (angkutan barang).
3. Semua
jenis kendaraan bermotor untuk kendaraan dinas TNI/Polri dan untuk tujuan
protokoler kenegaraan, sepanjang dananya berasal dari APBN/APBD.
4. Semua
jenis kendaraan bermotor untuk kendaraan ambulan, tahanan, pemadam kebakaran
dan jenazah.
5. Kendaraan
angkutan umum sepanjang menggunakan plat dasar nomor polisi warna kuning.
6.
Kendaraan angkutan barang.
7.
Kendaraan bermotor roda dua dengan isi silinder sampai dengan 250cc.
K. MEKANISME PENGENAAN PPN
Mekanisme pengenaan PPN dapat
digambarkan sebagai berikut :
1. Pada saat membeli/memperoleh
BKP/JKP, akan dipungut PPN oleh PKP penjual. Bagi pembeli, PPN yang dipungut
oleh PKP penjual tersebut merupakan pembayaran pajak dimuka dan disebut dengan
Pajak Masukan. Pembeli berhak menerima bukti pemungutan berupa faktur pajak.
2. Pada saat menjual/menyerahkan
BKP/JKP kepada pihak lain, wajib memungut PPN. Bagi penjual, PPN tersebut
merupakan Pajak keluaran. Sebagai bukti telah memungut PPN, PKP penjual wajib
membuat faktur pajak.
3. Apabila dalam suatu masa pajak
(jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwim) jumlah Pajak Keluaran
lebih besar daripada jumlah Pajak Masukan, selisihnya harus disetorkan ke kas
Negara.
4. Apabila dalam suatu masa pajak
jumlah Pajak Keluaran lebih kecil daripada jumlah Pajak Masukan, selisihnya
dapat direstitusi (diminta kembali) atau dikompensasikan ke masa pajak
berkutnya.
Pelaporan penghitungan PPN dilakukan
setiap masa pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan
Nilai (SPT Masa PPN).
|
L.
CARA PERHITUNGAN PPN DAN PPnBM
1.
Cara
menghitung PPN
PPN Yang
terutang = Tarif PPN x DPP
Dasar
pengenaan pajak DPP adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai import, nilai
ekspor atau nilai lain yang ditetapkansebagai dasar untuk menghitung pajak yang
terutang.
2.
PPN/PPnbm
menjadi bagian dari harga jika PPN telah menjadi bagian dari harga atau
pembayaran atas penyerahan BKP atau JKP, Maka PPN yang terutang adalah
10/110 dari harga atau pembayaran attas
penyerahan BKP/JKP.
3.
Penghitungan
PPN/PPNBM dalam satu transaksi dapat menjadi bahwa transaksi tersebut menjadi
objek PPPN dan objek PPNBM karena BKP yang dijual tergolong mewah.
4.
KPK
tidak melaksanakan kewajiban pemungutan pajak/tidak melaporkan usahanya .
Besarnya DPP ditetapkan sebesar harga jual/ penggantian /nilai lain yang ditemukan dalam pemeriksaan,
sehingga besarnya pajak yang terutang dihitung sebesar tarif dikalikan DPP.
·
Cara
Menghitung Ppn
Contoh :
Pengusaha Kena Pajak “A” menjual
tunai BKP kepada Pengusaha Kena Pajak “B” dengan harga jual Rp. 25.000.000,00.
PPN yang terutang :
10% x Rp. 25.000.000,00 = Rp.
2.500.000,00
PPN sebesar Rp. 2.500.000,00
tersebut merupakan Pajak Keluaran, yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “A”.
Sedangkan bagi Pengusaha Kena Pajak “B”, PPN tersebut merupakan pajak Masukan.
|
·
Cara
Menghitung PpnBm
Contoh :
PKP “ABC” sebagai pabrikan
menyerahkan barang hasil produksinya dengan harga jual Rp. 10.000.000,00.
Barang tersebut merupakan BKP yang tergolong mewah dengan tarif PPn BM
sebesar 40%. Penghitungan pajak yang harus dipungut adalah sebagai berikut :
PPN = 10% x Rp. 10.000.000,00 = Rp.
1.000.000,00
PPn BM = 40% x Rp. 10.000.000,00 =
Rp. 4.000.000,00
·
Saat
Terutang Pajak
Pajak terutang pada saat :
1. Penyerahan BKP atau JKP
2. Impor BKP
3. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari
luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
4. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah
Pabean
5. Ekspor BKP Berwujud
6. Ekspor BKP Tidak Berwujud
7. Ekspor JKP
8. Pembayaran, pembayaran diterima
sebelum penyerahan BKP atau sebelum penyerahan JKP.
·
Tempat
Terutang Pajak
1. Untuk penyerahan BKP/JKP :
a. Tempat tinggal
b. Tempat kedudukan
c. Tempat kegiatan usaha
d. Tempat lain
2. Dalam hal impor, terutangnya pajak
terjadi di tempat Barang Kena Pajak dimasukkan dan dipungut melalui Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai.
3. Orang pribadi atau badan yang
memanfaatkan BKP Tidak Berwujud dan atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean terutang pajak di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan atau
tempat kegiatan usaha.
4. Untuk kegiatan membangun sendiri
oleh PKP yang dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya
atau oleh bukan PKP, di tempat bangunan tersebut didirikan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pajak
merupakan iuran wajib warga Negara kepada Negara. Banyak kegiatan yang
dilakukan oleh masyarakat yang dikenakan pajak, baik itu pajak atas
penghasilan, pajak bumi dan bangunan, pajak atas kendaraan bermotor , dan
lain-lain. Pajak
Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai
dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Tarif PPN
adalah 10% x Dasar Pengenaan Pajak (DPP). PPnBM merupakan pajak atas Penyerahan
Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang
menghasilkan barang tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya atau impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.Objek PPnBM
adalah penyerahan BKP yang tergolong mewah oleh pabrikan dan Impor BKP yang
tergolong mewah. Pengenaannya hanya satu kali dengan tariff 10%-75%.
B. SARAN
Sebagai warga Negara Indonesia, kita
perlu mengetahui macam-macam pajak termasuk mentaati peraturan
perundang-undangan perpajakan dan selalu ikut berpatisipasi dalam perpajakan di
Indonesia, misalnya dengan membayar pajak yang terutang dengan tepat waktu.
DAFTAR PUSTAKA
http://makalahmahmudah.blogspot.com/2015/05/makalah-pajak-pertambahan-nilai-ppn-dan.html
http://www.pajak.go.id/content/seri-ppn-dan-ppnbm-pajak-pertambahan-nilai-dan-pelaporan-usaha-untuk-dikukuhkan-sebagai
Posting Komentar