Salam
Berbagi (SABEGI), Jakarta (27/7) – Pada 2016, penduduk Indonesia
diperkirakan mencapai 258,7 juta jiwa dan sekitar 85 persen di antaranya adalah
pemeluk agama Islam. Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia,
Indonesia sangat berpotensi untuk mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah,
terutama dalam mendukung pendanaan prioritas-prioritas pembangunan, seperti
proyek-proyek infrastruktur, pendidikan, dan pertanian. Industri keuangan
syariah Indonesia tumbuh dengan cukup baik dalam dua dekade terakhir dengan
beberapa pencapaian signifikan.
Indonesia menjadi negara dengan
jumlah institusi keuangan syariah terbanyak di dunia dengan lebih dari 5000
institusi yang terdiri atas 34 Bank Syariah, 58 operator takaful atau asuransi
syariah, 7 Modal Ventura Syariah, 163 Bank Perkreditan Rakyat Syariah,
4500-5500 Koperasi Syariah atau Baitul Maal wat Tamwil,
dan satu institusi pegadaian syariah. Indonesia juga telah mencetak nasabah
ritel terbesar dalam suatu pasar tunggal dengan total lebih dari 23 juta
rekening (Mei 2017), menerbitkan sukuk ritel, dan menciptakan Shariah Online Trading System pertama
di dunia. Meski demikian, secara keseluruhan perkembangan keuangan syariah di Indonesia
belum sesuai dengan harapan.
Hal tersebut tercermin dari pangsa
pasar keuangan syariah Indonesia yang masih relatif kecil, yaitu hanya mencapai
5,3 persen terhadap industri perbankan nasional di 2016. Capaian tersebut
berada jauh di bawah negara-negara lainnya seperti Arab Saudi yang mencapai
51,1 persen, Malaysia 23,8 persen, dan Uni Emirat Arab 19,6 persen.
Untuk mengembangkan potensi sekaligus menjawab tantangan
keuangan dan ekonomi syariah di Indonesia, pemerintah membentuk Komite Nasional Keuangan
Syariah (KNKS)
melalui Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2016 tentang Komite Nasional Keuangan
Syariah. Komite ini dipimpin langsung oleh Presiden RI dan Wakil Presiden RI,
kemudian ada Dewan Pengarah yang beranggotakan sepuluh pimpinan dari unsur pemerintahan
dan otoritas terkait, yaitu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri
Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,
Menteri Keuangan, Menteri Agama, Menteri Badan Usaha Milik Negara, Menteri
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin
Simpanan, dan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia. Tugas-tugas komite
selanjutnya dilaksanakan oleh manajemen eksekutif.
“Pembentukan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) adalah
wujud komitmen pemerintah untuk mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di
Indonesia secara serius dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan,” ujar
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dalam Peluncuran KNKS oleh
Presiden RI Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta. KNKS mendapat amanat untuk
mempercepat, memperluas, dan memajukan pengembangan keuangan syariah dalam
rangka mendukung pembangunan. KNKS juga berperan untuk menyamakan persepsi dan
mewujudkan sinergi antara para regulator, pemerintah, dan industri keuangan
syariah untuk menciptakan sistem keuangan syariah yang selaras dan progresif
untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Sebagai lembaga koordinasi untuk melaksanakan berbagai
strategi perbaikan industri keuangan syariah, KNKS mendorong peran jasa
keuangan syariah dalam kegiatan sektor riil dari ekonomi syariah, seperti
pembiayaan syariah untuk industri pariwisata moslem-friendly.
Dengan slogan “Menyatukan Langkah, Memajukan Negeri”, KNKS juga diamanatkan
untuk mewujudkan keuangan dan ekonomi syariah yang bermanfaat bagi seluruh
lapisan masyarakat Indonesia. “KNKS juga harus bisa menjawab tantangan
pembangunan maupun ekonomi terkini, misalnya ada isu tentang ketimpangan pendapatan,
maka akan didorong dulu bagaimana kontribusi ekonomi syariah terhadap
penanganan masalah ketimpangan tersebut,” jelas Menteri Bambang.
Bersamaan dengan peluncuran KNKS, dilaksanakan Silaturrahim Kerja Nasional
(Silaknas) Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) 2017,
sebuah sarana silaturahmi pengurus IAEI pusat hingga daerah serta pemangku
kepentingan ekonomi syariah. Silaknas tersebut mendiskusikan topik penting
bidang ekonomi dan keuangan syariah seperti pengembangan lembaga keuangan mikro
syariah, pengembangan wakaf produktif, pengembangan jiwa wirausaha bagi
generasi muda, strategi membangun bisnis syariah, serta pengembangan pasar
modal dan perbankan syariah. Hasil pembahasan akan dirumuskan sebagai
rekomendasi bagi pemerintah, regulator serta pelaku ekonomi dan keuangan
syariah. Hal ini merupakan bentuk kontribusi IAEI sebagai wadah bagi para pakar
ekonomi Islam dalam rangka mendukung pembangunan nasional. Bentuk kerja sama KNKS
dan IAEI diharapkan dapat menjadi modal kerja sama strategis antara KNKS dan
berbagai elemen masyarakat untuk memajukan sistem ekonomi dan keuangan syariah.
Masterplan Arsitektur
Keuangan Syariah Indonesia (Masterplan AKSI)
KNKS akan mengawal agenda dalam Masterplan Arsitektur Keuangan Syariah Indonesia (MasterplanAKSI) yang telah diluncurkan Pemerintah
Indonesia di sela acara World Islamic Economic Forum (WIEF) 2016 di Jakarta. Masterplan AKSI berisi kajian dan rekomendasi strategi
untuk memperbaiki industri keuangan syariah di bidang perbankan, pasar modal,
lembaga keuangan non-bank, dan dana sosial keagamaan yang meliputi dana haji,
zakat, dan wakaf. Perbaikan tersebut menyangkut permodalan, sumber daya
manusia, tata kelola, perlindungan konsumen, teknologi informasi, sosialisasi
dan sistem jaring pengaman. Masterplan AKSI fokus untuk menjadikan keuangan syariah
sebagai kekuatan nyata bagi Indonesia dengan memanfaatkan dinamika ekonomi
untuk mencapai tujuan pembangunan yang tercantum dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dan Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025.
Masuknya keuangan dan ekonomi syariah ke dalam arus utama
strategi nasional akan membantu pemerintah mencapai tujuan pembangunan dengan
enam cara utama. Pertama,
menarik investasi asing untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur, pendidikan,
dan pertanian yang diperlukan. Investasi dapat berasal dari investor Islam dari
negara-negara Gulf Cooperation Council (GCC) yang kaya akan minyak dan gas,
investor konvensional internasional dan ASEAN yang mencari kelas aset baru untuk
memperluas portofolio investasi mereka dalam instrumen syariah, dan investor
dari negara-negara barat (western countries) yang hanya berinvestasi dalam
proyek- proyek investasi yang bertanggung jawab secara etis dan sosial. Kedua,
menggerakkan tabungan domestik untuk mendanai proyek-proyek nasional dan
mendukung iklim investasi yang lebih baik. Ketiga,
mendiversifikasikan sumber dana untuk pemerintah dan sektor korporasi untuk
manajemen risiko yang lebih baik. Keempat,
memperluas jangkauan dan penetrasi fasilitas keuangan bagi semua segmen
masyarakat, termasuk rumah tangga yang kurang mampu. Kelima,
meningkatkan daya saing industri keuangan dengan mempromosikan persaingan yang
sehat antara institusi keuangan konvensional dan syariah dengan berfokus pada
inovasi produk, kualitas pelayanan, dan efisiensi melalui skala ekonomi dan
tataran bermain yang setara. Keenam,
menjadikan Indonesia negara dengan ekonomi yang mandiri dan mampu menghadapi
tantangan dari integrasi ASEAN mendatang. “Sebagai negara
berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia harus mampu mengembangkan
industri keuangan dan ekonomi syariah agar ke depan menjadi kiblat dalam bisnis
keuangan syariah di dunia,” tegas Menteri Bambang.
**Biro Humas dan Tata Usaha Pimpinan Kementerian PPN/Bappenas
dan Tim Komunikasi Pemerintah Kemkominfo
Sumber : https://www.kominfo.go.id
Posting Komentar