Kemendikbud Ajak Orang Tua dan Guru Wujudkan Lingkungan Anti Kekerasan Pada Anak

Rohmadi, ( SABEGI )  Salam Berbagi, Berbagai kasus kekerasan terhadap anak baik secara verbal ataupun fisik kerap terjadi di sekitar lingkungan sekolah, seperti yang terjadi baru-baru ini di salah satu sekolah di daerah Jakarta Selatan yang melibatkan dua orang siswa Sekolah Dasar (SD) dan jatuh korban jiwa. Hal ini menjadi keprihatinan pemerintah melihat kasus tersebut. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengajak seluruh aktor pendidikan, khususnya guru dan orang tua untuk bersinergi mewujudkan lingkungan anti kekerasan terhadap anak.


“Kondisi memprihatinkan yang baru saja terjadi di lingkungan sekolah dasar sebetulnya dapat terjadi di mana saja. Disini sangat penting sinergi peran guru dan orang tua dalam membangun karakter anak melalui keteladanan positif, sehingga perilaku kekerasan dapat di hindari sejak dini di mulai dari lingkungan keluarga,” demikian disampaikan Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Hubungan Pusat dan Daerah James Modouw, saat menghadiri acara bincang-bincang di salah satu televisi swasta, Senin (21/09/2015).

James mengatakan, porsi pendidikan yang diberikan kepada anak dilihat dari waktu selama 24 jam, sekolah mengambil peran sekitar 8 jam melakukan proses belajar mengajar, dan sisa dari waktu tersebut proses pendidikan berada di keluarga dan lingkungan masyarakat. “Disinilah pentingnya sinergi antara pendidikan di sekolah dan di rumah, saling bekerja sama, saling memberitahu apa yang terjadi di sekolah dan di rumah,” ujarnya.

Untuk menekan dan mengurangi tindak kekerasan di lingkungan sekolah, Kemendikbud melakukan berbagai upaya dengan mengeluarkan program-program penumbuhan karakter positif pada anak. Program tersebut salah satunya adalah Penumbuhan Budi Pekerti. Selain itu juga, terdapat penambahan jam mata pelajaran pendidikan agama. Penambahan jam ini dilakukan sebagai upaya menumbuhkan nilai-nilai religius pada anak.

Pada kesempatan yang sama, Psikolog anak Sani B. Hermawan mengungkapkan pendapatnya tentang hal yang terjadi di salah satu SD Negeri di daerah Jakarta Selatan. Ia mengatakan, kekerasan yang terjadi di sekolah tersebut diawali dengan adanya tidakan kekerasan verbal atau saling mengejek antar teman. “Dengan adanya tindakan mengejek tersebut, salah satu dari mereka merasa dipermalukan, dan ketika itu sudah terakumulasikan sehingga timbul emosi yang luar biasa, dan akhirnya terjadilah penyerangan. Kalau dalam keadaan seperti ini sudah terakumulasi rasa kesal maka akan muncul kekuatan yang sangat luar biasa,” jelas Sani.

Menanggapi titik permasalahan yang terjadi, Sani menuturkan, peran guru bimbingan konseling (BK) sangat diperlukan dalam memahami karakter siswa. Jika seorang siswa memiliki masalah dan berpotensi akan melakukan tindakan kekerasan terhadap teman sebayanya, guru BK dapat lebih dahulu mengetahui dan langsung melakukan pendekatan dengan siswa tersebut. “Guru BK dapat menjadi teman curahan hati (curhat) yang baik, sehingga siswa tersebut bisa menyampaikan permasalahan-permasalah yang membebani pikirannya. Dengan begitu dapat menghindari tindak kekerasan dengan teman sebayanya,” ujarnya.

Sani sependapat dengan yang disampaikan James dengan pola sinergi antara guru dan orang tua. Sinergi tersebut sangat penting dilakukan, karena seorang anak terkadang tidak memunculkan perilaku initinya ketika berada di rumah. “Perilakunya akan muncul ketika berinteraksi dengan teman sebayanya apakah anak tersebut ingin mendominasi diantara temannya. Orang tua dapat memaikan perannya ketika anak sedang di rumah untuk memperbaiki perilaku negatif anak melalui keteladanan,” jelasnya.

Sani menambahkan, keluarga dan sekolah bisa melakukan pendekatan asertif. Orang tua dan guru dapat mengarahkan anaknya untuk berani mengatakan tidak terhadap hal negatif tanpa menyakitkan hati orang lain. “Anak SD pemikirannya masih konkrit tidak hanya diberikan teori semata, tetapi harus diberikan dengan contoh teladan yang dilakukan setiap saat dengan pengulangan-pengulangan, sehingga dapat terbentuk karakter dengan kepribadian dan perilaku positif,” jelas Sani. 

( Sumber : Seno Hartono, http://www.kemdikbud.go.id/ )

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama