Salam
Berbagi (SABEGI), Kementerian Perindustrian kembali meluncurkan Pendidikan
Vokasi Industri yang berbasis kompetensi untuk menjawab tantangan kebutuhan SDM
Industri. Presiden Joko Widodo meresmikan peluncuran pendidikan vokasi industri
yang diperkuat oleh kerjasama antara 140 perusahaan dan 372 SMK di Provinsi
Jawa Barat. Program peluncuran ini akan menghasilkan 780 perjanjian kerja sama
karena beberapa SMK dibina oleh lebih dari satu industri, sesuai dengan program
keahlian yang dimiliki.
Peluncuran ini merupakan yang terbesar setelah dua tahap yang
memfasilitasi kerja sama sebanyak 166 perusahaan dengan 626 SMK di wilayah Jawa
Timur, Jawa Tengah dan Yogyakarta. Dalam acara tersebut, Presiden juga didampingi
oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri
Koordinator Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri
Perindustrian Airlangga Hartarto dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir
Effendy. Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi M Nasir serta Gubernur
Jawa Barat Ahmad Heryawan turut hadir dalam peresmian ini.
Untuk memfasilitasi hasil karya yang gemilang dari sekolah
vokasi, pada hari ini juga dilangsungkan pameran produksi hasil karya SMK yang
diisi oleh SMK Binaan Kementerian Dikbud, SMK Kementerian Perindustrian, SMK
Binaan PT. Astra Group, Pondok Pesantren, dan Balai Latihan Kerja (BLK)
Kementerian Ketenagakerjaan.
“Kami mendorong pendidikan kejuruan ini untuk diubah
sistemnya, dari yang awalnya menitik beratkan ke pelajaran umum, menjadi
spesialis. Jadi, siswa itu nanti belajar 50 persen di kelas dan 50 persen di
industri,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Kamis
(27/7).
Menperin menjelaskan, saat ini lulusan dari sekolah tingkat
menengah di Indonesia mencapai 3,3 juta siswa, sementara perguruan tinggi yang
ada hanya mampu menyerap sebanyak 1,7 juta siswa. Oleh karena itu, sekitar 1,6
juta siswa harus diarahkan untuk masuk ke pasar kerja agar tidak menambah tingkat
pengangguran.
“Namun, mayoritas dari mereka, setelah lulus belum siap
bekerja,” ungkapnya. Kondisi ini, menurut Airlangga, karena fasilitas dan
peralatan praktik yang dimiliki rata-rata SMK di Indonesia tertinggal dua
generasi. Dengan program link and match,
diharapkan para siswa SMK bisa belajar secara langsung mesin produksi generasi
saat ini yang digunakan oleh industri dalam proses produksinya,
“Misalnya di industri otomotif, para siswa SMK akan diajarkan
mengenai pengelasan dan permesinan. Dan, untuk industri pertokimia, tentunya
siswa SMK dari program studi kimia. Jadi sesuai,” imbuhnya. Di dalam Peraturan
Menteri Perindustrian Nomor 3 tahun 2017 tentang Pedoman Pembinaan dan
Pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan Berbasis Kompetensi yang Link and Match
dengan Industri, disebutkan bahwa industri dapat membina sebanyak lima SMK di
wilayahnya, dan setiap SMK bisa dibina lebih dari satu industri.
“Karena pembangunan industri di Indonesia berbasis
kewilayahan, maka pengembangan SMK-nya juga berbasis kewilayahan. Untuk itu,
kami pun mengharapkan dukungan dan partisipasi yang kuat dari pemerintah daerah
baik itu kabupaten/kota maupun provinsi,” paparnya.
“Pada tahun 2019, kami menargetkan program pendidikan vokasi
industri ini akan melibatkan sebanyak 1.775 SMK dan 355 perusahaan dengan
perkiraan jumlah lulusan tersertifikasi yang dihasilkan sebanyak 845.000
orang,” tutur Airlangga.
Kontribusi 25 persen
Menperin meyakini, efek berganda dari program pendidikan
vokasi adalah mampu meningkatkan kinerja industri nasional sehingga dapat
memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi perekonomian nasional.
Apalagi, selama ini industri merupakan penyumbang terbesar bagi PDB nasional
dibanding sektor lainnya.
“Industri pengolahan non-migas telah berkontribusi sebesar 20
persen bagi perekonomian nasional. Melalui pelaksanaan program vokasi industri,
kami menargetkan akan naik menjadi 25 persen. Saat ini, nilai kontribusi
industri kita setara dengan Jerman,” papar Airlangga.
Sementara itu, berdasarkan data UNIDO, nilai tambah
manufaktur di Indonesia menempati posisi 10 besar dunia. Peringkat tersebut di
atas capaian Meksiko dan Spanyol, bahkan sejajar dengan Inggris. “Kami
berharap, mereka yang terlibat dalam program pendidikan vokasi bisa masuk ke
industri strategis nasional dan menjadi entrepreneur dalam membangun industri kecil dan
menengah (IKM),” ujarnya.
Sumber
: https://www.kominfo.go.id
“Pengembangan pendidikan vokasi dinilai mampu menjadi solusi
dalam menghadapi persaingan pasar bebas terutama Masyarakat Ekonomi ASEAN, yang
membutuhkan tenaga kerja berkompetensi tinggi,” tuturnya. Untuk itu,
peningkatan keterampilan SDM industri melalui pendidikan vokasi di Indonesia,
akan diarahkan memiliki nilai kompetensi yang sama di tingkat regional dan
global.
“Sehingga mereka juga bisa bekerja di luar negeri dan
sasarannya untuk ekonomi di ASEAN akan terintergrasi karena seluruh tenaga
kerjanya mampu mengisi kebutuhan di dunia industri,” imbuhnya. Lebih jauh,
menurut Airlangga, pengembangan industri akan lebih mudah dijalankan karena
mempunyai para pekerja yang berbakat (talent pool).
Saat ini, pelaksanaan pendidikan vokasi industri semakin
populer di dunia. Contohnya Swiss, yang sukses menerapkan Dual Vocational Education and Training (D-VET) system atau
model pendidikan kejuruan yang memadukan antara teori dengan praktik lapangan
sehingga lulusannya siap ditempatkan di dunia kerja. Oleh karena itu, banyak
perusahaan lebih tertarik merekrut para lulusan kejuruan yang telah menguasai
keahlian praktikal karena dianggap lebih siap bekerja.
“Benefit yang akan didapat dari perusahaan adalah memperoleh
tenaga kerja yang sudah terdidik sehingga bisa mengefisienkan cost pelatihan
karena mereka sudah bisa langsung bekerja di unit-unit produksi. Kedua-duanya
mendapat win-win solution,” tegas Airlangga.
Guna menciptakan SDM industri yang terampil, Kemenperin pun
membangun politeknik di beberapa kawasan industri, seperti di Morowali,
Sulawesi Tengah yang dijadikan pusat pengembangan industri feronikel. “Kami
sudah memetakan pusat industri sesuai basis sumber daya alam di wilayah
setempat. Dengan dibangunnya politeknik, perusahaan juga diharapkan merekrut
putra-putri terbaik di daerah tersebut,” terangnya.
Menperin menyampaikan, program pendidikan vokasi industri ini
juga menjadi salah satu loncatan cepat untuk menghadapi Industry 4.0 atau
revolusi industri keempat, dengan memanfaatkan antara lain melaluiinternet of things, advanced robotics, 3D printing, artificial intelligence, virtual and
augmented reality. “Karena Industry 4.0, basis utamanya adalah knowledge,” pungkasnya.
Posting Komentar