Salam Berbagi (SABEGI) : Jakarta, 24 Januari 2020, Masalah
gizi, yaitu gizi kurang maupun gizi lebih, akan meningkatkan kerentanan
terhadap penyakit, khususnya risiko terjadinya penyakit tidak menular. Bila
masalah ini berlanjut hingga dewasa dan menikah akan berisiko mempengaruhi
kesehatan janin yang dikandungnya.
Sebagai contoh ibu anemia dan atau kurang energi kronik
berisiko melahirkan bayi berat badan lahir rendah (BBLR), stunting, komplikasi
saat melahirkan, menderita penyakit tidak menular seperti diabetes dan penyakit
jantung di kemudian hari.
Dir Gizi Masyarakat Dhian Probhoyekti mengatakan masalah
gizi pada ibu hamil juga akan sangat mempengaruhi perkembangan otak anak,
produktivitas dan kinerja di sekolah yang dapat berakibat mengurangi kemampuan
untuk mendapatkan penghidupan yang layak di kemudian hari.
''Gizi baik menjadi landasan setiap individu mencapai
potensi maksimal yang dimiliki,'' katanya, Jumat (24/1).
Sayangnya, saat ini Indonesia mempunyai tiga beban masalah
gizi (triple burden) yaitu stunting, wasting dan obesitas serta kekurangan zat
gizi mikro seperti anemia. Data Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa 25,7% remaja
usia 13-15 tahun dan 26,9% remaja usia 16-18 tahun dengan status gizi pendek
dan sangat pendek.
Selain itu terdapat 8,7% remaja usia 13-15 tahun dan 8,1%
remaja usia 16-18 tahun dengan kondisi kurus dan sangat kurus. Sedangkan
prevalensi berat badan lebih dan obesitas sebesar 16,0% pada remaja usia 13-15
tahun dan 13,5% pada remaja usia 16-18 tahun.
Data tersebut merepresentasikan kondisi gizi pada remaja di
Indonesia yang harus diperbaiki. Berdasarkan baseline survey UNICEF pada tahun
2017, ditemukan adanya perubahan pola makan dan aktivitas fisik pada remaja.
Sebagian besar remaja menggunakan waktu luang mereka untuk
kegiatan tidak aktif, sepertiga remaja makan cemilan buatan pabrik atau makanan
olahan, sedangkan sepertiga lainnya rutin mengonsumsi kue basah, roti basah,
gorengan, dan kerupuk.
Perubahan gaya hidup juga terjadi dengan semakin
terhubungnya remaja pada akses internet, sehingga remaja lebih banyak membuat
pilihan mandiri. Pilihan yang dibuat seringkali kurang tepat sehingga secara
tidak langsung menyebabkan masalah gizi.
Perbaikan gizi pada remaja melalui intervensi gizi spesifik
seperti pendidikan gizi, fortifikasi dan suplementasi serta penanganan penyakit
penyerta perlu dilakukan. Tujuannya untuk meningkatkan status gizi remaja,
memutus rantai inter-generasi masalah gizi, masalah penyakit tidak menular dan
kemiskinan.
Hari Gizi Nasional, Perlu Peran Milenial
Peringatan Hari Gizi Nasional (HGN) ke-60 dijadikan sebagai
momentum menyebarluaskan informasi dan promosi kepada masyarakat tentang
pentingnya gizi yang optimal. Meningkatkan pengetahuan dan peran aktif
masyarakat khususnya generasi milenial tentang kesehatan dan gizi.
Hari Gizi Nasional tahun ini bertema ''GIZI Optimal untuk
Generasi MILENIAL''. Upaya perbaikan gizi pada remaja yang dilakukan oleh
sektor kesehatan tidak akan mencapai hasil maksimal tanpa adanya intervensi
sensitif yang dilakukan oleh sektor non kesehatan lainnya.
Indonesia membutuhkan remaja yang produktif, kreatif, serta
kritis demi kemajuan bangsa. Hal tersebut hanya dapat dicapai apabila remaja
sehat dan berstatus gizi baik.
Remaja sehat bukan hanya dilihat dari fisik tetapi juga
kognitif, psikologis dan sosial. Periode remaja merupakan windows of
opportunity kedua yang sangat sensitif dalam menentukan kualitas hidup saat
menjadi individu dewasa dan juga dalam menghasilkan generasi selanjutnya.
Sumber : https://www.kemkes.go.id/
Posting Komentar