Salam Berbagi (Sabegi) : Menurut Soemarno Soedarsono,
penulis buku Character Building : Membentuk Watak (2003), karakter
berproses dalam diri seseorang melalui pengalaman, pendidikan, pengorbanan,
percobaan, serta pengaruh lingkungan. Karakter juga dibentuk melalui
nilai-nilai yang ada di dalam diri seseorang dan menjadi nilai intrinsic yang
terwujud di dalam sistem daya juang yang kemudian mendasari sikap, prilaku, dan
pemikiran seseorang. Dari pengertian tersebut, pembentukan karakter membutuhkan
proses yang lama dan panjang serta butuh konsistensi dari orang-orang
sekitarnya. Proses pembentukan karakter harus dimulai dengan pembiasaan yang
kita kenal dengan budaya atau pembudayaan.
Karakter dibentuk melalui
konsistensi Dalam konteks itulah, lingkungan sekolah, sebagai salah satu
lembaga yang punya kepentingan dalam pembentukan karakter peserta didik, perlu
membangun budaya positif. Budaya sekolah dimaknai dengan tradisi sekolah yang
tumbuh dan berkembang sesuai dengan spirit dan nilai-nilai yang dianut di
sekolah. Budaya sekolah ini berisi kebiasaan-kebiasan yang disepakati bersama
untuk dijalankan dalam waktu yang lama. Jika kebiasan positif ini sudah
membudaya, maka nilai-nilai karakter yang diharapkan akan terbentuk. Dikutip
dari pena.belajar.kemdikbud.go.id., ada lima budaya sekolah yang bisa
dikembangkan, yaitu :
Pertama, gerakan literasi sekolah.
Gerakan literasi sekolah
yang diwujudkan dalam gerakan literasi sekolah atau GLS bertujuan agar peserta
didik memiliki minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan
membaca. Materi bacaan berisi nilai-nilai budi pekerti berupa kearifan
lokal, nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta
didik. Salah satu program yang dicanangkan pemerintah adalah kegiatan 15 menit
membaca buku non pelajaran sebelum waktu pelajaran dimulai.
Kedua, kegiatan Ekstra kulikuler.
Kegiatan ini bertujuan
mengembangkan minat dan bakat pesera didik. Terlibat dalam kegiatan ekstra
kulikuler, peserta didik akan terbiasa dengan berbagai macam kegiatan positif.
Baik menyangkut kemampuan fisik mauapun mental. Dengan aktif di kegiatan ekstra
kulikuler, peserta didik akan terbiasa dengan aktivitas yang memerlukan
pemikiran dan tenaga lebih. Mereka tidak akan manja, bermalas-malasan dan
anarkis. Tetapi mereka akan terbiasa aktif, kreatif dan bertanggung jawab.
Ketiga , menetapkan kegiatan pembiasaan pada awal dan akhir
proses belajar
Kegiatan ini bertujuan
membentuk kebiasaan harian yang bersifat rutin. Bentuknya tidak terlalu berat
hanya memerlukan konsistensi. Kegiatan yang bisa dilakukan antara lain, mengikuti
upacara bendera, apel, menyanyikan lagu Indonesia raya, Lagu Nasional, dan
berdoa bersama. Diakhir pelajaran, kegiatan serupa juga perlu dilakukan. Antara
lain refleksi, menyanyikan lagu Daerah dan berdoa bersama. Tentu bukan hanya di
dalam kelas, kegiatan lain di luar kelas bisa juga dilakukan. Seperti
menyambut kedatangan anak di gerbang sekolah sembari menjabat tangannya.
Keempat, Membiasakan prilaku baik yang bersifat spontan
Poin ini menjelaskan tentang
perilaku yang bersifat spontan. Hal ini penting karena karakter itu akan
terlihat pada spontanitas prilakunya. Karakter dinilai belum terbentuk dalam
diri seseorang jika belum bersifat spontan. Dengan kata lain, spontanitas
akan menjadi ukuran, bahwa seseorang itu telah memilki karakter yang baik atau
belum. Perilaku ini mencakup perkataan maupun perbuatan.
Kelima, Menetapkan tata tertib sekolah
Tata tertib menjadi benteng
pembatas antara yang boleh dan tidak boleh, antara yang baik dan tidak baik.
Sekolah perlu membuat tata tertib yang disepakati dan dijalankan bersama.
Dengan begitu, situasi di sekolah akan berjalan dengan tertib dalam waktu yang
lama karena program sekolah berjalan sesuai dengan aturan main.
Tata tertib diperlukan
mengingat sikap seseorang mudah berubah, apalagi yang menyangkut kebiasaan.
Dengan adanya aturan, seseorang akan terikat. Dengan begitu, kebiasaan positif
itu akan terus berkembang hingga menjadi karakter.
Dari semua budaya
sekolah tersebut perlu adanya niat dan keinginan yang kuat dari
pihak sekolah, pemerintah, masyarakat, orangtua dan siswa untuk
menjalankannya. Tanpa itu semua, kebiasaan positif akan berlangsung
sesaat dan aturan hanya tinggal aturan. Tidak akan sampai kepada tujuan yang
diharapkan yaitu pembentukan karakter. Yanuar
Jatnika .
Posting Komentar