TEORI DAN MODEL-MODEL KEPEMIMPINAN

 


TEORI DAN MODEL-MODEL KEPEMIMPINAN

A.    Teori sifat

Teori awal tentang sifat ini dapat ditelusuri kembali pada zaman yunani kuno dan zaman roma. Pada waktu itu orang percaya bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukannya dibuat. Teori the great man menyatakan bahwa seseorang yang dilahirkan sebagai pemimpin ia akan menjadi pemimpin apakah ia mempunyai sifat atau tidak mempunyai sifat sebagai pemimpin. Teori great man barangkali dapat memberikan arti lebih realities terhadap pendekatan sifat dari pemimpin, setelah mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi. Adalah suatu kenyataan yang dapat diterima bahwa sifat-sifat kepemimpinan itu tidak seluruhnya dilahirkan, tetapi dapat juga dicapai lewat suatu pendidikan dan pengalaman.

Hosting Unlimited Indonesia

Dengan demikian maka perhatian terhadap kepemimpinan dialihkan kepada sifat-sifat umum yang dipunyai oleh pemimpin, tidak lagi menekankan apakah pemimpin itu dilahirkan atau dibuat. Manakala pendekatan sifat ini diterapkan pada kepemimpina organisasi, ternyata hasilnya menjadi gelap, karena banyak para manajer yang menolak. Ereka beranggapan jika manajer mempunyai sifat-sifat pemimpin sebagaimana yang disebutkan dalam hasil penelitian itu maka manajer tersebut dikatakan sebagai manajer yang berhasil. Padahal keberhasilan manajer selalu ditentukan oleh sifat-sifat tersebut. Keith Davis merumuskan empat sifat umum yang mempunyai pengaruh tehadap keberhasilan kepemimpinan organisasi :

1.      Kecerdasan

2.      Kedewasaan dan kekuasaan hubungan sosial

3.      Motivasi diri dan dorongan berprestasi

4.      Sikap-sikap hubungan kemanusiaan

B.     Teori Kelompok

Teori kelompok ini beranggapan bahwa, supaya kelompok bisa mencapai tujuan-tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran yang positif diantara pemimpin dan pengikut-pengikutnya. Kepemimpinan yang ditekankan pada adanya suatu proses pertukaran antara pemimpin dan pengikutnya ini, melibatkan pula konsep-konsep sosiologi tentang keinginan-keinginan mengembangkan peranan. Penelitian psikologi social dapat dipergunakan untuk mendukung konsep-konsep peranan dan pertukaran yang diterapkan dalam kepemimpinan.

Suatu contoh penemuan Greene menyatakan bahwa ketika para bawahan tidak melaksanakan pekerjaanb secara baik, maka pemimpin cenderung menekankan pada struktur pengambilan inisiatif (perilaku tugas). Tetapi jika bawahan dapat melaksanakn pekerjaan dengan baik, maka pemimpin menaikan penekannanya pada pemberian perhatian (perilaku tata hubungan). Barrow dalam study laboratoriumnya meneukan bahwa produktivitas kelompok mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap gaya kepemimpinan dibandingkan dengan pengaruh gaya kepemimpinan terhadap produktivitas.

C.    Teori Situasional dan Model Kontijensi

Kepemimpinan yang berhasil menghendaki perilaku yang menyatukan dan menstimulus para pengikut untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya sesuai dengan situasi-situasi tertentu. Ada tiga element yaitu leader, follower, and situation yang semuanya merupakan  variabel yangsaling memengaruhi antara satu dengan yang lain dalam menentukan perilaku kepemimpinan yang tepat. Ini adalah bukti bahwa kepemimpinan adalah situasional. Pada tahun 1967, Fred Fiedler mengusulkan suatu model berdasarkan situasi untuk efektivitas kepemimpinan. Konsep model ini dituangkan dalam bukunya a theory of leadership effectiveness. Fiedle mengembangkan suatu teknik yang unik untuk mengukur kepemimpinan. Pengukuran ini diciptakan dengan memberikan suatu skor yng dapat menunjukan dugaan kesamaan diantara keberlawanan (assumed similarity between opposites, ASO). Dua pengukuran yang dipergunakan saling bergantian dan ada hubungannya dengan gaya kepemimpinan tersebut dapat diterangkan sebagai berikut :

1.      Hubungan kemanusiaan atau gaya yang lunak (lenient) dihubungkan pemimpin yang tidak melihat perbedaan yang besar diantara teman kerja yang paling banyak dan paling sedikit disukai (ASO) atau memberika suatu gambaran yang relative menyenangkan kepada teman kerja yang paling sedikit disenangi (LPC).

2.      Gaya yang berorientasi tugas atau “hard nosed” dihubungkan dengan pemimpin yang melihat suatu perbedaan besar di antara teman kerja yang paling banyak dan paling sedikit disenangi (ASO) dan memberikan suatu gambaran yang paling tidak menyenangkan pada teman kerja yang paling sedikit disukai (LPC).

D.    Model Kepemimpinan Kontijensi Dari Fiedler

Model ini berisi tentang hubungan antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang menyenangkan. Adapun situasi yang menyenangkan itu diterangkan oleh fiedler dalam hubungan dengan dimensi-dimensi empiris berikut ini :

1.      Hubungan pemimpin anggota

2.      derajat dari struktur tugas

3.      Posisi kekuasaan pemimpin yang dicapai lewat otoritas formal

Suatu situasi akan dapat menyenangkan pemimpin jika ketiga dimensi diatas mempunyai derajat yang tinggi, dengan kata lain, situasi akan menyenangkan jika :

·         Pemimpin diterima oleh para pengikutnya

·         Tugas-tugas dan semua yang berhubungan dengannya ditentukan secara jelas

·         Penggunaan otoritas dan kekuasaan secara formal diterapkan pada posisi pemimpin.

Jikalau yang timbul sebaliknya, maka menurut fiedler akan tercipta suatu situasi yang tidak menyenangkan bagi pemimpin. Fiedler benar-benar yakin bahwa kombinasi anatar situasi yang menyenangkan dengan gaya kepemimpinan akan menentukan efektifitas kerja.

E.     Teori Jalan Kecil-Tujuan (Path-Goal Theory)

Usaha pengembangan teori path-goal ini sebenarnya telah dimulai oleh Georgepoulos dan kawan-kawannya di institute penelitian social universitas Michigan. Dalam pengembangannya yang modern Martin Evans dan Robert House secara terpisah telah menulis karangan dengan bentuk yang sama. Secara pokok teori path-goal berusaha untuk menjelaskan pengaruh perilaku pemimpin terhadap motivasi kepuasan, dan pelaksanaan pekerjaan bawahannya . apapun teori path-goal versi house, memasukkan empat tipe atau gaya utama kepemimpinan sebagai berikut:

1.      Kepemimpinan derectif. Tipe ini sama dengan model kepemimpinan yang otokratis dari lippit dan white,

2.      Kepemimpinan yang mendukung (supportive leadership).

3.      Kepemimpinan partisipatif.

4.      Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi.

Menurut teori path-goal ini macam-macam gaya kepemimpinan tersebut dapat dapat terjadi dan dipergunakan senyatanya oleh pemimpin yang sama dalam situasi yang berbeda. Dua diantara factor-faktor situasional yang telah diidentifikasikan. Untuk situasi pertama path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan atau atau sebagai instrument bagi kepuasan-kepuasan masa depan. Untuk situasi kedua path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan bisa menjadi factor motivasi terhadap para bawahannya jika :

1.      Perilaku tersebut dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan bawahannya sehingga memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.

2.      Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang berupa memberikan latihan, dukungan dan penghargaanyang diperlukan untuk mengefektifitaskan pelaksanaan kerja.

F.     Pendekatan “Sosial Learning” Dalam Kepemimpinan

Penekanan pendekatan social learning ini dan yang dapat memberikannya dari pendekatan-pendekatan lainnya, ialah terletak pada peranan perilaku kepemimpinan , kelangsungan, dan interaksi timbale balik diantara semua variable-variabel yang ada. Aplikasi dari kepemimpinan ini secara lebih spesifik ialah bawahan secara aktif ikut terlibat dalam proses kegiatan organisasi, dan bersama-sama dengan pimpinan memusatkan pada perilakunya sendiri dan perilaku lainnya, beserta memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan lingkungan dan kognisi-kognisi yang memperantarakan. Contoh pendekatan ini secara terperinci sebagai berikut :

1.      Pemimpin menjadi lebih mengetahui dengan variable-variabel mikro dan makro yang mengendalikan perilakunya.

2.       Pemimpin bekerja bersama-sama dengan bawahan berusaha menemukan cara-cara yang dapat dipergunakan untuk mengatur perilaku bawahan.

3.      Pemimpin bersama-sama dengan bawahan berusaha menemukan cara-cara yang dapat dipergunakan untuk mengatur perilaku individu guna menghasilkan hasil-hasil yang produktif yang lebih bisa menguatkan bersama organisasi.


-----------------------------------------------------------------------
Daftar Referensi

Thoha , Miftah, 2009. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada
Badeni , 2013. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Bandung : Alfabeta, CV

Safaria , Triantoro, 2004. Kepemimpinan. Yogyakarta : Graha Ilmu

 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama