MAKALAH MASALAH INDUSTRIALISASI

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
SISTEM EKONOMI INDONESIA
“MASALAH INDUSTRIALISASI”










PROGRAM STUDI : ILMU ADMINISTRASI BISNIS S1
DI SUSUN OLEH

KELOMPOK 5
AIDA NOVITA
1610069632110
GERY JULIANDRI
1610069632110
JULIA NINGSIH
1610069632110
KURNIATI
1610069632110
MUHAMAD NUR ROHMADI
161006963211035
JULIA NINGSIH
1610069632110
SANDY HANEL MARDA PUTRA
1610069632110











YAYASAN SETIH SETIO
SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI (STIA)
SETIH SETIO MUARA BUNGO

TA 2017/2018


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis  panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Di dalam makalah yang berjudul “MASALAH INDUSTRIALISASI” ini akan membahas mengenai berbagai masalah Industrialisasi di Indonesia.
Terima kasih kami sampaikan kepada Bapak  Syah Amin Albadri yang telah mengarahkan penulis dalam penyusunan makalah melalui penyampaian materi tentang Sistem Ekonomi Indonesia.

Dalam penyusunan makalah ini tak luput dari kesalahan,untuk itu penulis mohon maaf atas kesalahan dalam penyusunan makalah ini dan demi menghasilkan makalah yang lebih baik, penulis mengharapakan kritik dan saran dari para pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua,dalam mempelajari perkembangan demokrasi di Indonesia.




Muara Bungo 08 November 2017
                                                                                                                                 Mengetahui


                                                                                                                             PENYUSUN



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Industrialisasi adalah suatu proses perubahan social ekonomi yang mengubah sistem pencaharian masyarakat agraris menjadi masyarakat industry.  
Industrialisasi juga bisa diartikan sebagai suatu keadaan di mana masyarakat berfokus pada ekonomi yang meliputi pekerjaan yang semakin beragam (spesialisasi), gaji, dan penghasilan yang semakin tinggi.
Industrialisasi adalah bagian dari proses modernisasi di mana perubahan sosial dan perkembangan ekonomi erat hubungannya dengan  inovasi teknologi.
Dalam Industrialisasi ada perubahan filosofi manusia di mana manusia mengubah pandangan lingkungan sosialnya menjadi lebih kepada rasionalitas (tindakan didasarkan atas pertimbangan, efisiensi,  dan perhitungan, tidak lagi mengacu kepada moral, emosi, kebiasaan atau tradisi).
Menurut para peniliti ada faktor yang menjadi acuan modernisasi industri dan pengembangan perusahaan. Mulai dari lingkungan politik dan hokum yang menguntungkan untuk dunia industri dan perdagangan bisa juga dengan sumber daya alam yang beragam dan melimpah, dan juga sumber daya manusia yang cenderung rendah biaya memiliki kemampuan dan bisa beradaptasi dengan pekerjaannya.
Industrialisasi di Indonesia semakin menurun semenjak krisis ekonomi tahun 1998. Kemunduran ini bukanlah berarti Indonesia tidak memiliki modal untuk melakukan investasi pada industri dalam negeri, tetapi lebih kepada penyerapan barang hasil produksi industri dalam negeri.
Membuka pasar dalam negeri adalah kunci penting bagi industri Indonesia untuk bisa bangkit lagi karena saat ini pasar Indonesia dikuasai oleh produk produk asing.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Sejarah Sektor Industri Indonesia
2.      Masalah Keterbelakangan Industrialisasi di Indonesia
3.      Kebijakan Industrialisasi
4.      Peranan Sektor Industri Dalam Pembangunan

1.3  Tujuan
1.      Mengetahui Sejarah Sektor Industri Indonesia
2.      Menemukan Masalah Terkait Keterbelakangan Industrialisasi Indonesia
3.      Memahai Kebijakan-Kebijakan Industrialisasi
4.      Memahami Peran Sector Industry Dalam Pembangunan


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Sejarah Sektor Industri Indonesia
Pada tahun 1920-an industri modern di Indonesia semuanya dimiliki oleh orang asing, walau jumlahnya hanya sedikit. Indutri kecil yang ada pada masa itu berupa industri rumah tangga seperti penggilingan padi, pembuatan gula merah (tebu dan nira), rokok kretek, kerajinan tekstil dan sebagainya tidak terkoordinasi dengan baik.
Perusahaan modern pada saat hanya ada dua, yaitu pabrik rokok milik British American Tobaco (BAT) dan perakitan kendaraan bermotor General Motor Car Assembly. Depresi ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1930an meruntuhkan perekonomian, megakibatkan menurunnya penerimaan ekspor dari 1.448 gulden menjadi 505 gulden (1929) yang mengakibatkan pengangguran. Melihat situasi tersebut pemerintah Hindia Belanda mengubah system dan pola kebijakan ekonomi dari sektor perkebunan ke sektor industri, dengan memberi kemudahan dalam pemberian ijin dan fasilitas bagi pendirian industri baru. Berdasarkan Sensus Industri Pertama (1939), industri yang ada ketika itu mempekerjakan 173 ribu orang di bidang pengolahan makanan, tekstil dan barang logam, semuanya milik asing.
Pada masa perang dunia II kondisi industrialisasi cukup baik. Namun setelah pendudukan Jepang keadaannya terbalik. Disebabkan larangan impor bahan mentah dan diangkutnya barang kapital ke Jepang dan pemaksaan tenaga kerja (romusha) sehingga investasi negara asing nihil. Setelah Indonesia merdeka, mulai dikembangkan sektor industri dan menawarkan investasi walau dalam tahap percobaan. Tahun 1951, pemerintah meluncurkan RUP (Rencana Urgensi Perekonomian). Program utamanya menumbuhkan dan mendorong industri kecil pribumi dan memberlakukan pembatasan industri besar atau modern yang dimiliki orang Eropa dan Cina.
Pada tahun 1957 sektor industri mengalami stagnasi dan perekonomian mengalami masa teduh, pada tahun 1960-an sektor industri tidak berkembang. Akibat karena situasi polotik yang bergejolak, juga disebabkan kurangnya

modal dan tenaga ahli yang terampil. Pemberlakuan dua undang-undang baru, PMA tahun 1967 dan PMDN tahun 1968 ternyata mampu membangkitkan gairah sektor industri.
Perkembang sektor industri sejak orde baru, atau tepatnya semasa pembangunan jangka panjang tahap pertama, sangat mengesankan. Hal itu dapat dilihat dari berbagai ukuran perbandingan seperti jumlah unit usaha atau perusahaan, jumlah tenaga kerja yang diserap, nilai keluaran (output) yang dihasilkan, sumbangan dalam perolehan devisa, kontribusi dalam pembentukan pendapatan nasional, serta tingkat pertumbuhannya.
2.2  Masalah Keterbelakangan Industrialisasi di Indonesia
      Dari jumlah penduduk Indonesia termasuk negara sedang berkembang terbesar k-3 setelah india dan cina. Namun diluar dari segi industrialisasi, Indonesia dapat dikatakan baru mulai salah satu indikator dari tingkat industrialisasi adalah sumbangan sektor industri dalam GDP (groos domestic product). Dari  ukuran ini sektor industri di Indonesia sangat ketinggalan dibandingkan dari negara-negara utama di asia. Dua ukuran lain adalah besar nya nilai tambah yang di hasilkan sektor industri dan nilai tambah perkapita.
      Dari segi ukuran mutlak sektor industri di Indonesia masih sangat kecil, bahkan kalah dengan negara-negara kecil seperti Singapura, Hongkong dan Taiwan. Secara perkapita nilai tambah sektor industri di Indonesia termasuk yang paling rendah di asia. Indikator lain tingkat industrialisasi adalah produksi listrik perkapita dan prosentasi produksi listrik yang digunakan oleh sektor industri. Di Indonesia produksi listrik perkapita sangat rendah, dan dari tingkat yang rendah ini hanya sebagian kecil yang di gunakan oleh konsumen industri.
      Keadaan sektor industri selama tahun 1950-an dan 1960-an pada umumnya tidak menggembirakan karena iklim politik pada waktu yang tidak menentu. Kebijakan perindustrian selama awal tahun 1960-an mencerminkan filsafat proteksionalisme dan eatisme yang ekstrim, dengan akibat kemacetan produksi. Sehingga produksi sektor industri praktis tidak berkembang (stagnasi). Selain itu juga disebabkan karena kelangkaan modal dan tenaga kerja ahli yang memadai.

Faktor-Faktor yang dapat menghambat perkembangan perindustrian adalah:
1.      Keterbatasan teknologi
Kurangnya perluasan dan penelitian dalam bidang teknologi menghambat efektivitas dan kemampuan produksi.
2.      Kualitas sumber daya manusia
Terbatasnya tenaga profesional di Indonesia menjadi penghambat untuk mendapatkan dan mengoperasikan alat alat dengan teknologi terbaru.
3.      Keterbatasan dana pemerintah
Terbatasnya dana pengembangan teknologi oleh pemerintah untuk mengembangkan infrastruktur dalam bidang riset dan teknologi.
      Industrialisai di Indonesia mengalami kemunduran mulai dari semenjak krisis ekonomi terjadi di tahun 1998, hal ini terjadi karna suhu politik yang tidak stabil pada saat itu. Akan tetapi kemunduran ini bukanlah berarti Indonesia tidak memiliki modal untuk melakukan investasi pada industri dalam negeri, tetapi indonesia lebih memfokuskan kepada penyerapan barang hasil produksi industri dalam negeri. Membuka pasar dalam negeri adalah kunci penting bagi industri Indonesia untuk bisa bangkit lagi karena saat ini pasar Indonesia dikuasai oleh produk produk luar.
2.3  Kebijakan Industrialisasi
      Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, individu. Kebijakan berbeda dengan peraturan dan hukum.
`     Jika hukum dapat memaksakan atau melarang suatu perilaku (misalnya suatu hokum yang mengharuskan pembayaran pajak penghasilan), kebijakan hanya menjadi  tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil yang diinginkan.
      Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses pembuatan keputusan-keputusan pentingnya organisasi, termasuk identifikasi

berbagai alternatif seperti prioritas program atau pengeluaran, dan pemilihannya berdasarkan dampaknya. Kebijakan juga dapat diartikan sebagai mekanisme politis , menejeman , finansial, atau administratif untuk mencapai suatu tujuan eksplisit.
      Pemerintahan orde baru melakukan perubahan-perubahan besar dalam kebijakan perindustrian. Ada tiga aspek kebijakan ekonomi orde baru yang menumbuhkan iklim lebih baik bagi pertumbuhan sektor industri. Ketiga aspek tersebut adalah:
  1. Dirombaknya sistem devisa. Sehingga transaksi luar negeri menjadi lebih bebas dan lebih sederhana.
  2. Dikuranginya fasilitas-fasilitas khusus yang hanya disediakan bagi perusahaan Negara, dan kebijaksanaan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan sektor swasta bersama-sama dengan sektor BUMN.
  3. Diberlakukannya undang-undang Penanaman Modal Asing (PMA).
Dalam implementasinya ada empat argumentasi basis teori yang melandasi suatu kebijakan industrialisasi, yaitu :
1.      Keunggulan komperatif
Negara-negara yang menganut basis teori keunggulan komperatif (comparative advantage) akan mengembangkan sub sektor atau jenis-jenis industri yang memiliki keunggulan komparatif baginya.
2.      Keterkaitan industrial
Negara-negara yang bertolak dari keterkaitan industrial (industrial linkage) akan lebih mengutamakan pengembangan bidang-bidang kegiatan atau sektor-sektor ekonomi lain.
3.      Penciptaan kesempatan kerja
Negara yang industrialisasinya dilandasi argumentasi penciptaan lapangan kerja (employment creator) niscaya akan lebih memprioritaskan pengembangan industri-industri yang paling banyak tenaga kerja. Jenis industri yang dimajukan bertumpu pada industri-industri padat karya dan indsutri-industri kecil.

4.      Loncatan teknologi
Negara-Negara yang menganut argumentasi loncatan teknologi (teknologi jump) percaya bahwa industri-industri yang menggunakan tehnologi tinggi (hitech) akan memberikan nilai tambah yang sangat baik, diiringi dengan kemajuan bagi teknologi bagi industri-industri dan sektor lain.
Sebagai negara industri maju baru, sektor industri Indonesia harus mampu memenuhi beberapa kriteria dasar antara lain:
1)      Memiliki peranan dan kontribusi tinggi bagi perekonomian Nasional,
2)      IKM memiliki kemampuan yang seimbang dengan Industri Besar,
3)      Memiliki struktur industri yang kuat (Pohon Industri lengkap dan dalam),
4)      Teknologi maju telah menjadi ujung tombak pengembangan dan penciptaan pasar,
5)      Telah memiliki jasa industri yang tangguh yang menjadi penunjang daya saing internasional industri, dan
6)      Telah memiliki daya saing yang mampu menghadapi liberalisasi penuh dengan negara-negara APEC.
Diharapkan tahun 2020 kontribusi industri non-migas terhadap PDB telah mampu mencapai 30%, dimana kontribusi industri kecil (IK) ditambah industri menengah (IM) sama atau mendekati kontribusi industri besar (IB). Selama kurun waktu 2010 s.d 2020 industri harus tumbuh rata-rata 9,43% dengan pertumbuhan IK, IM, dan IB masing-masing minimal sebesar 10,00%, 17,47%, dan 6,34%.
Untuk mewujudkan target-target tersebut, diperlukan upaya-upaya terstruktur dan terukur, yang harus dijabarkan ke dalam peta strategi yang mengakomodasi keinginan pemangku kepentingan  berupa strategic outcomes yang terdiri dari:
1)      Meningkatnya nilai tambah industri,
2)      Meningkatnya penguasaan pasar dalam dan luar negeri,
3)      Kokohnya faktor-faktor penunjang pengembangan industri,
4)      Meningkatnya kemampuan inovasi dan penguasaan teknologi industri yang hemat energi dan ramah lingkungan,
5)      Menguat dan lengkapnya struktur industri,

6)      Meningkatnya  persebaran pembangunan industri, serta
7)      Meningkatnya peran industri kecil dan menengah terhadap PDB.
Dalam rangka merealisasikan target-target tersebut, Kementerian Perindustrian telah menetapkan dua pendekatan guna membangun daya saing industri nasional yang tersinergi dan terintegrasi antara pusat dan daerah. Pertama, melalui pendekatan top-down dengan pengembangan 35 klaster industri prioritas yang direncanakan dari Pusat dan diikuti oleh partisipasi daerah yang dipilih berdasarkan daya saing internasional serta potensi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Kedua, melalui pendekatan bottom-up dengan penetapan kompetensi inti industri daerah yang merupakan keunggulan daerah, dimana pusat turut membangun pengembangannya, sehingga daerah memiliki daya saing. Pengembangan kompetensi inti di tingkat provinsi disebut sebagai Industri Unggulan Provinsi dan di tingkat kabupaten/kota disebut Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota.
Pendekatan kedua ini merupakan pendekatan yang didasarkan pada semangat Otonomi Daerah. Penentuan pengembangan industri melalui penetapan klaster industri prioritas dan kompetensi inti industri daerah sangat diperlukan guna memberi kepastian dan mendapat dukungan dari seluruh sektor di bidang ekonomi termasuk dukungan perbankan.
2.4   Peranan Sektor Industri Dalam Pembangunan
Sektor industri merupakan sektor utama dalam perekonomian Indonesia setelah sektor pertanian. Sektor ini sebagai penyumbang terbesar dalam pembentukan PDB (Produk domestic Burto) Indonesia sampai tahun 1999. Bahkan sejak tahun 1991 peran sektor industri mampu menjadi sektor utama dengan mengalahkan sektor pertanian.
Di Indonesia industri dibagi menjadi empat kelompok, yaitu industri besar, industri sedang, industri kecil dan industri rumah tangga. Pengelompokan ini didasarkan pada banyaknya tenaga kerja yang terlibat didalamnya, tanpa memperhatikan industri yang digunakan.
Perindustrian di Indonesia telah berkembang pesat. Namun perindustrian yang telah maju tersebut tampaknya malah menjadi malapetaka bagi sektor pertanian. Dengan semakin banyaknya pabrik yang berdiri di setiap daerah

bahkan daerah pedesaan telah menggusur lahan-lahan pertanian produktif yang jika tetap digunakan dapat menghasilkan komoditas pertanian yang unggul.
Selain itu hujan asam yang timbul akibat adanya pencemaran dari gas-gas beracun yang tersebar di udara oleh pabrik-pabrik tersebut dapat merusak tanaman dan tanah sehingga hasil yang didapat sangat tidak bagus bahkan kurang baik jika dikonsumsi oleh manusia.
Sesuai dengan data EPS (Encapsulated Postscript) yang diolah Kementerian Perindustrian pada triwulan III 2012 misalnya, sektor ini menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi, yaitu sebesar 7,3% yoy (year on year). Walaupun industri migas mengalami kontraksi sekitar 5%, namun tingginya pertumbuhan Industri Pengolahan Non Migas mengakibatkan Sektor Industri Pengolahan mengalami pertumbuhan sebesar 6,4% yoy.
Sebagaimana disampaikan Menteri Perindustrian M S Hidayat dalam paparan akhir tahun 2012 lalu, pertumbuhan sebesar 6,4% tersebut Sektor Industri Pengolahan menjadi motor pertumbuhan utama dan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi terbesar pada triwulan III 2012.
Meskipun ketidakpastian perekonomian dunia masih terus berlangsung, namun kondisi perekonomian Indonesia tetap berjalan dengan pertumbuhan yang cukup tinggi. Pada triwulan III 2012 pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 6,2% (yoy), dan merupakan pertumbuhan tertinggi kedua di Asia setelah China, dan ke-5 tertinggi di dunia.
Dari pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,2% itu, Sektor Industri Pengolahan menyumbang pertumbuhan sebesar 1,62%. Kemudian diikuti oleh Sektor Perdagang'an, Hotel, dan Restoran yang menyumbang sebesar 1,22% dan Sektor Pengangkutan dan Komunikasi menyumbang sebesar 1,02%. Sedangkan kontribusi sektor-sektor lainnya di bawah 1%.
Dicapainya pertumbuhan Industri Non Migas sebesar 7,3% pada triwulan III 2012, tidak saja lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan II 2012 sebesar 6,1%, tetapi juga lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan III tahun 2011 yang mencapai 7,2% (yoy). Dengan pertqmbuhan sebesar 7,3% tersebut, fnaka pertumbuhan Industri Npn Migas kembali lebih tinggi dari pertumbuhan

ekonomi nasibnal. Dan dengan pertumbuhan tersebut, maka secara kumulatif hingga triwulan III tahun 2012, pertumbuhan Industri Non Migas mencapai sebesar 6,5%.
Pertumbuhan industri tersebut didukung oleh tingginya tingkat konsumsi masyarakat, dan meningkatnya investasi di sektor industri secara sangat signifikan sehingga menyebabkan tetap terjaganya kinerja sektor industri manufaktur hingga saat ini. Beberapa investasi yang menonjol pada Januari-September 2012 nilai investasi PMA pada Industri Non Migas mencapai sekitar US$ 8,6 milyar, atau meningkat 65,9% terhadap nilai investasi pada periode yang sama tahun 2011.
Sementara nilai investasi PMDN pada Januari-September 2012 mencapai Rp 38,1 triliun, atau meningkat sebesar 40,19% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Dicapainya pertumbuhan industri non migas sebesar 6,5% hingga triwulan III 2012 didukung oleh kinerja pertumbuhan sebagian besar kelompok Industri Non Migas, yang mengalami pertumbuhan cukup tinggi.
Pertumbuhan tertinggi dicapai kelompok Industri Pupuk, Kimia & Barang dari karet sebesar 8,91%. Kemudian diikuti kelompok Industri Semen dan Barang Galian Bukan Logam sebesar 8,75%. Kelompok Industri Makanan, Minuman dan Tembakau, di ururutan berikutnya dengan pertumbuhan 8,22%, dan kelompok Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatannya sebesar 7,52%.
Urutan berikutnya kelompok Industri Logam Dasar Besi dan Baja yang tumbuh sebesar 5,70%, dan kelompok Industri Tekstil, Barang Kulit & Alas Kaki sebesar 3,64%. Hasil-hasil yang dicapai tidak terlepas dari kebijakan dan upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah serta didukung oleh para pelaku usaha dan masyarakat dalam rangka pengembangan dan peningkatan daya saing industri nasional.
Program dan upaya yang dilakukan pemerintah dalam pengembangan industri yang menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi nasional menjadi program prioritas yaitu:
1)               Program Hilirisasi Industri Berbasis Agro, Migas, dan Bahan Tambang Mineral.


2)               Program Peningkatan Daya Saing Industri Berbasis SDM, Pasar Domestik, dan Ekspor.
3)               Program Pengembangan Industri Kecil dan Menengah dan lain sebagainya.
Tantangan dan peluang industri tahun 2013 masih sangat tergantung pada kondisi perekonomian Amerika Serikat dan Uni Eropa yang masih diwarnai ketidakpastian. Hal ini tentu menimbulkan kekhawatiran banyak kalangan. Akan tetapi, dengan terus membaiknya kinerja sektor industri non migas dan pesatnya peningkatan investasi di sektor ini, maka pada tahun 2013 pertumbuhan indutri non migas diperkirakan bisa mencapai sedikitnya 6,8%.
Bahkan jika upaya-upaya maksimal bisa dilakukan, industri non migas diperkirakan bisa tumbuh sekitar 7,1%, dimana dalam hal ini Industri Pupuk, Kimia & Barang dari karet, Industri Semen & Barang Galian bukan logam; Industri Makanan & Minuman, dan Industri Otomotif diharapkan bisa menjadi motor pertumbuhan industri manufaktur.
Apabila berbagai permasalahan yang menghambat pertumbuhan sektor industri seperti penyediaan infrastuktur, ketersediaan gas, listrik dan iklim investasi yang kondusif dapat ditemukan solusinya, maka sektor industri di yakini dapat berperan lebih besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Dengan pertumbuhan industri non migas tersebut, maka pertumbuhan sektor industri pengolahan secara keseluruhan diperkirakan bisa mencapai 6,2 - 6,5% pada tahun 2013 dan pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan bisa mencapai 6,2 - 6,7%.
PDB riil Indonesia meningkat sebesar 5,0 persen tahun-ke-tahun (yoy) di Triwulan ke-2 tahun 2017, tidak berubah dari Triwulan ke-1. Tingkat pertumbuhan telah stabil sebesar sekitar 5 persen sejak Triwulan ke-1 tahun 2014, lebih rendah dari yang tercatat pada awal dekade ini.
Fundamental ekonomi makro Indonesia baik dan telah meningkat, karena Pemerintah terus menerapkan reformasi struktural yang penting.
Pertumbuhan investasi naik ke tingkat tertinggi sejak Triwulan ke-4 tahun 2015, didorong oleh investasi di sektor bangunan gedung dan struktur.

Secara tidak terduga, pertumbuhan konsumsi swasta tetap sama di Triwulan ke-2. Momentum yang stabil dalam konsumsi swasta, yang mencakup lebih dari separuh PDB Indonesia, berlawanan dengan beberapa faktor pendorong yang menguntungkan: pertumbuhan lapangan kerja yang tinggi, kenaikan gaji sebanyak dua digit, serta beralihnya periode Idul Fitri ke Triwulan ke-2 tahun ini.
Tidak adanya peningkatan pertumbuhan di Triwulan ke-2, terutama konsumsi sektor swata, adalah teka-teki yang memerlukan data dan analisis lebih lanjut. Salah satu kemungkinannya adalah perekonomian sedang menyesuaikan diri dengan reformasi baru-baru ini, sementara dampak pertumbuhan membutuhkan waktu untuk terealisasi.
Konsumsi pemerintah mengalami kontraksi dari tahun sebelumnya, sebagian mencerminkan dampak dasar (base effect) dari peningkatan belanja barang yang besar di Triwulan ke- 2 tahun lalu, ditambah dengan adanya hari kerja yang lebih sedikit di Triwulan ke-2 tahun ini.
Setelah mengalami lonjakan pada Triwulan ke-1, pertumbuhan ekspor dan impor secara signifikan melambat. Hal ini mencerminkan secara sebagian penurunan harga komoditas pada Triwulan ke-2 dan hari kerja yang lebih sedikit karena libur Lebaran.

Ekonomi Indonesia Triwulan III-2017 Tumbuh 5,06 Persen
Indonesia berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku triwulan III- 2017 mencapai Rp3.502,3 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp2.551,5 triliun.
Ekonomi Indonesia triwulan III-2017 terhadap triwulan III-2016 (y-on-y) tumbuh 5,06 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan didorong oleh semua lapangan usaha, dengan pertumbuhan tertinggi dicapai Lapangan Usaha Jasa Lainnya sebesar 9,45 persen. Dari sisi pengeluaran pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Ekspor Barang dan Jasa sebesar 17,27 persen.
Ekonomi Indonesia triwulan III-2017 terhadap triwulan sebelumnya (q-to-q) tumbuh 3,18 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas sebesar 5,32 persen, sedangkan

dari sisi Pengeluaran pada Komponen Ekspor Barang dan Jasa sebesar 9,07 persen.
Ekonomi Indonesia sampai dengan triwulan III-2017 (c-to-c) tumbuh 5,03 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan didorong oleh semua lapangan usaha, dimana pertumbuhan tertinggi dicapai Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi sebesar 9,80 persen. Sedangkan dari sisi pengeluaran terutama didorong oleh Komponen Ekspor Barang dan Jasa yang tumbuh 9,79 persen.
Struktur ekonomi Indonesia secara spasial pada triwulan III- 2017 didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa, Pulau Sumatera, dan Pulau Kalimantan. Pulau Jawa memberikan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto, yakni sebesar 58,51 persen, diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 21,54 persen, dan Pulau Kalimantan 8,10 persen.
Ekonomi Indonesia Triwulan II-2017
  • Perekonomian Indonesia berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku triwulan I-2017 mencapai Rp3.227,2 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp2.377,5 triliun.
  • Ekonomi Indonesia triwulan I-2017 terhadap triwulan I-2016 tumbuh 5,01 persen (y-on-y) meningkat dibanding capaian triwulan I-2016 sebesar 4,92 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi sebesar 9,10 persen. Dari sisi Pengeluaran dicapai oleh Komponen Ekspor Barang dan Jasayang tumbuh 8,0persen.
  • Ekonomi Indonesia triwulan I-2017 terhadap triwulan sebelumnya turun sebesar 0,34 persen (q-to-q). Dari sisi produksi, penurunan disebabkan oleh kontraksi yang terjadi pada beberapa lapangan usaha. Sedangkan dari sisiPengeluaran disebabkan oleh kontraksi pada Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (minus 45,54 persen) danPembentukan Modal Tetap Bruto (minus 5,42 persen).
  • Struktur ekonomi Indonesia secara spasial pada triwulan I-2017 didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Kelompok provinsi di Pulau Jawa memberikan kontribusi terbesar

Terhadap PDB Indonesia, yakni sebesar 58,49 persen, diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 21,95 persen, dan Pulau Kalimantan sebesar 8,33 persen. Sementara pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Pulau Sulawesi.

BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan

Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang yang bermutu tinggi dalam penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Di Indonesia industri masih sangat ketertinggalan dari negara-negara lainnya, bahkan kalah dengan industri negara yang kecil, padahal d Indonesia potensi untuk di adakannya perindustrian itu sangat bagus. Namun ada bebarapa faktor yang mempengaruhinya seperti kurangnya SDM, kurangnya teknologi dan pendanaan dari pemerintah. Pada saat sekarang ini, industri di Indonesia mengalami kemajuan banyak industri-industri kecil yang muncul.
Akan tetapi, hal ini kurang tepat, karena menimbulkan beberapa dampak yang tidak baik, karena industri-industri di Indonesia tidak memperhatikam permasalah lingkungan terutama permasalahan limbah yang tidak terorganisir secara baik. Meskipun dalam upaya yang dilakukan  oleh bangsa ini, supaya perindustrian di Indonesia tidak tertinggal telah dibuat kebijakan tentang perindustrian namun pada kenyataannya kebijakan itu belum sepenuhnya efektif.

3.2  Saran

Saran yang dapat kami berikan adalah supaya pemerintah lebih memperhatikan permasalahan dalam perindustrian ini baik dalam segi modal ataupun memikirkan bagaimana cara supaya limbah perindustrian tidak mencemari lingkungan. Dan industri yang ada dapat dikelola sesuai dengan kebijakan yang dilaksanakan.


DAFTAR PUSTAKA


https://id.wikipedia.org/wiki/Industrialisasi#cite_note-autogenerated1-1
(Diakses pada 5 november 2017)

https://reszajulianisha.wordpress.com/2016/06/23/perekonomian-indonesia-industri-dan-industrialisasi/ (Diakses pada 5 november 2017)

http://ilmuteknologyindustri.blogspot.com/2016/10/sejarah-industri-di-indonesia.html
(Diakses pada 5 november 2017)

http://www.kemenperin.go.id/artikel/5422/Peran-Sektor-Industri-dalam-Mendorong-Pertumbuhan-Ekonomi-Nasional (Diakses pada 5 november 2017)

http://www.kemenperin.go.id/artikel/19/Kebijakan-Industri-Nasional
(Diakses pada 5 november 2017)

http://www.worldbank.org/in/country/indonesia/publication/indonesia-economic-quarterly-october-2017 (Diakses pada 5 november 2017)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama