BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dari awal sangat perlu dipahami mengapa pengukuran kinerja organisasi
(perusahaan) sangat penting dan vital. Sebuah organisasi dalam hal ini
perusahaan yang beroperasi tanpa sistem pengukuran kinerja, seperti pesawat terbang
yang terbang tanpa sebuah kompas, seorang pembalap F1 yang mengemudi dan
matanya ditutup. Atau seorang yang menjalankan bisnis tanpa sebuah rencana
strategis. Tujuan dari pengukuran kinerja tidak hanya bertujuan untuk
mengetahui bagaimana kinerja bisnis akan tetapi mampu untuk menciptakan kinerja
yang lebih baik.
Tujuan utama melaksanakan sistem pengukuran kinerja adalah untuk
meningkatkan kinerja organisasi sehingga dapat lebih baik melayani
pelanggan, karyawan, pemilik dan
stakeholder. Untuk mengatasi masalah tentang kelemahan sistem pengukuran
kinerja perusahaan berfokus pada aspek keuangan dan mengabaikan kinerja nn
keuangan, seperti kepuasan pelanggan, produktivitas karyawan dan sebagainya,
maka diciptaknlah sebuah model pengukuran kinerja yang tidak hanya mencakup
keuangan saja melainkan non keuangan pula.
Dengan adanya permasalahan yang demikian maka dari itu makalah ini akan
membahas mengenai dua hal yaitu “balanced scorecard dan manajemen kepemimpinan
dan pengawasan dalam perspektif kepemimpinan.
1.2.Rumusan Masalah
1. Apa definisi balanced scorecard?
2. Apa saja kerangka balanced scorecard?
3. Apa saja bentuk, karakteristik, dan mekanisme balanced scorecard?
4. Apa saja konsep balanced scorecard?
1.3.Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi balanced scorecard.
2. Untuk mengetahui balanced scorecard dan Manajemen Kepemimpinan.
3. Untuk mengetahui kerangka balanced scorecard.
4. Untuk mengetahui bentuk, karakteristik, dan mekanisme balanced scorecard
5. Untuk mengetahui konsep balanced scorecard
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Balanced Scorecard
Balanced scorecard merupakan suatu konsep yang bertujuan untuk mendukung perwujudanvisi, misi,
dan strategi perusahaan dengan menekankan pada empat kajian yaitu perspektif
keuangan (financial), pelanggan (customer), bisnis internal (internal business), serta
pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth) dengan target
bersifat jangka panjang.
Balanced scorecard terdiri
dari dua kata, yaitu kartu skor (scorecard) dan berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skore hasil
kinerja suatu organisasi atau skor individu. Kata berimbang (balanced) dimaksudkan untuk menunjuk
bahwa kinerja organisasi/individu
diukur secara berimbang dari dua aspek keuangan-non keuangan, jangka
pendek-jangka panjang, internal dan eksternal.
2.2. Balanced Scorecard dan Manajemen
Kepemimpinan
Ada hubungan
yang kuat antara konsep balanced scorecard dengan manajemen kepemimpinan. Setiap
pemimpin dalam mendukung pemngambilan keputusan
ia memerlukan analisis dan pandangan dari berbagai sudut pandang. Dengan
tujuan semua itu akan memberikan penguatan pada keputusan yang akan dihasilkan
nantinya.
Dimana salah
satu sisi yang ditekankan dalam balanced
scorecard adalah menghasilkan keputusan yang memiliki nilai yang bersifat
berimbang. Dan memang salah satu bentuk keputusan yang diberikan oleh pimpinan
adalah memiliki nilai keputusan yang berimbang. Artinya ia tidak bisa memaksa
setiap keputusan yang dilakukan atas dasar mengejar profit yang tinggi tanpa
memikirkan pengembangan kualitas pegawai, termasuk menyediakan fasilitas yang dibutuhkan karyawan, seperti gaji yang
mencukupi, tunjangan jaminan hari tua,jaminan kesehatan, dan berbagai bentuk lainnya.
Posisi top management selalu berkeinginan untuk
memberikan kinerja yang maksimal khususnya kepada komisaris sebagai pemilik
perusahaan. Dan sevara konsep memang manajemen perusahaan diharuskan untuk
memberikan kepuasan yang maksimal kepada para pemegang saham. Namun pihak top management selaku pimpinan
perusahaan tidak bisa melihat itu dari sudut keuangan saja. Karena untuk
mendorong meningkatnya grafik keuangan perusahaan dalam artian profit juga
harus dilihat dari non keuangan, dan balanced
scorecard (BSC) memiliki arti kuat dalam menjelaskan ini kepada pihak
pimpinan perusahaan. Ini sebagaimana dikemukakan oleh Bambang Sudibyo bahwa,
‘’BSC mengukur kinerja manajemen dari dimensifinansial dan nonfinansial. Jadi
di samping memberikan indicator kinerja financial seperti yang lazim diberikan
oleh fungsi akuntansi, BSC juga memberikan indicator-indikator kinerja penting
lainnya yang dimensinya tidak financial seperti kepuasan konsumen, retensi
konsumen, perolehan konsumen baru, waktu pelayanan (delivery time), kualitas, kepuasan kerja, tingkat penguasaan skill, segmen pasar, dan lain
sebagainya’’. Pengukuran kinerja dari segi non keuangan ini juga dapat dilihat
sebagai evaluasi yang berimbang (balanced).
2.3. Kerangka Balanced Scorecard (BSC)
Ada banyak
penelitian yang telah dilakukan tentang balanced scorecard (BSC) baik oleh
peneliti domestik maupun asing. Secara umum semuanya menekankan pada empat
perspektif balanced scorecard yaitu financial, customer internal business
processes, dan learning and growth. Dan keempat bidang tersebut merupakan
standar perspektif yang dikemukakan oleh Kaplan dan Norton sebagai pihak
penggagas utama konsep BSC tersebut. Untuk memahami lebih dapat kita jelaskan
di bawah ini.
Kaplan dan Norton menggunakan empat
standar perspektif BSC, yaitu:
1. Perspektif
financial
BSC dibangun dari studi pengukuran kinerja di sektor bisnis, sehingga yang
dimaksud perspektif financial disini
adalah terkait dengan financial
sustainability. Perspektif ini digunakan oleh shareholder dalam rangka melakukan penilaian kinerja organisasi.
Apabila dinarasikan akan berbunyi ‘’organisasi harus memenuhi sebagaimana
harapan shareholder agar dinilai
berhasil oleh shareholder.
2.
Perspektif costumer
Perspektif costumer adalah perspektif yang berorientasi pada pelanggan karena
merekalah pemakai produk/jasa yang dihasilkan organisasi. Dengan kata lain,
organisasi harus memperhatikan apa yang diinginkan oleh pelanggan.
3.
Perspektif internal business process
Perspektif internal business process adalah serangkaian aktivitas yang ada dalam organisasi untuk menciptakan produk/jasa dalam rangka memenuhi harapan pelanggan.
Perspektif ini menjelaskan proses bisnis yang dikelola untuk memberikan layanan
dan nilai-nilai kepada stakeholder
dan customer.
4.
Perspektif learning and growth
Perspektif learning and growth adalah perspektif yang
menggambarkan kemampuan organisasi untuk melakukan perbaikan dan perubahan
dengan memanfaatkan sumber daya internal organisasi. Kesinambungan suatu organisasi dalam jangka panjang sangat bergantung pada
perspektif.
Keempat
bidang tersebut bekerja sebagai sebuah kerangka dalam memperkuat terwujudnya
visi dan misi perusahaan. Dalam konteks pemahaman kerangka ini patut kita
menyimak pendapat dari Sony Yuwono, dkk. Menurut Sony Yuwono, dkk., bahwa,
‘’BSC memberikan sebuah kerangka untuk memandang strategi yang digunakan untuk
menciptakan nilai dari empat perspektif:
1.
Financial: strategi pertumbuhan,
profitabilitas, risiko dipandang dari sisi pemegang saham;
2.
Customer: strategi untuk menciptakan
nilai dan diferensiasi dari kacamata pelanggan;
3.
nternal business process: prioritas
strategi atas berbagai proses bisnis yang menciptakan kepuasan dan pemegang
saham;
4.
Learning and growth: berbagai prioritas untuk
menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perubahan, inovasi, dan pertumbuhan
secara organisasional.
Dari penggunaan kerangka strategis tersebut
diharapkan akan membentu suatu manajemen
kinerja yang bekerja scara efektif dan efisien. Para manajer di suatu
perusahaan meginginkan penerapan aplikasi
manajemen yang mengedepanan konsep efektif dan efisien. Karena pada
prinsipnya penekanan efekif dan efisienmerupakan bagian dari perintah Dewan
Komisaris kepada pihak manajemen dalam memenuhi target-target yang dimaksud.
Salah satu target terpenting adalah mampu menciptakan perolehan keuntungan
kepada para pemegang saham.
Dalam konteks ini BSC memegang andil untuk
menciptakan sinerginitas dalam pembentukan proses manajemen. Ini sebagaimana
dikatakan oleh Kaplan dan Norton bahwa, perusahaan menggunkan focus pengukuran scorecard untuk menghasilkan berbagai
proses manajemen penting:
1.
Memperjelas dan menerjemahkan
visi dan strategi
2.
Mengkomunikasikan dan
mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis
3.
Merencanakan, menetapkan
sasaran, dan menyeleraskan berbagai inisiatif strategis
4.
Meningkatkan umpan balik dan
pembelajaran strategis.
Gambar 9.1: Balanced Scorecard sebagai suatu kerangka kerja
Tindakan Strategis
Usaha untuk mewujudkan visi dan misi sering
mendapat berbagai bentuk hambatan. Hambatan-hambatan tersebut selalu terjadi
pada saat rencana kinerja yang telah disusun tidak mampu berjalan sesuai dengan
yang diharapkan. Salah satu factor yang turut mendorong terbentuknya hambatan
tersebut adalah kondisi internal dan eksternal. Dalam konteks ini BSC
memberikan tekanan pada perbaikan yang bersifat berkelanjutan. Ini seperti yang
dikemukakan oleh Sony Ywono,dkk., bahwa BSC merupakan sistem manajemen yang dapat memotivasi berbagai
temuan perbaikan pada area-area seperti; produk, proses pelanggan dan
pengembangan produk’’.
Sebuah perbaikan yang berkelanjutan tidak akan
memiliki dampak positif jika hanya dilakukan pada kantor pusat(head office) saja. Namun harus berlanjut
pada seeluruh lini perusahaan yaitu
berlanjut pada kantor cabang (brand
office). Ini sebagaimana dipertegas oleh Sony Yuwono, dkk., bahwa,” sejalan
dengan sistem pengendalian strategi dan pengendalian manajemen (K.A Merchant,
1998), BSC juga merupakan sarana pengukuran bagi kinerja strategi dan operasionalisasi strategis(action) melalui logging indikator dan
lead indikator yang melintasi empak
perspektif BSC yang seibang dan terkait secara kausal dari hilir ke hulu”.
Dalam konteks perbaikan atau perubahan yang
dilakukan secara berkelanjutan yang dimulai dari kantor pusat hingga kantor kas
adalah tidak bisa dipungkiri jika pimpinan memiliki peran penting untu
melakukannya. Perubahan yang paling cepat adalah jika dilakukan secara otop
down, namun masukan atau saran-saran yang bersifat aspiratif datang dari button
up. Dan setiap masukan atau saran-saran tersebut kemudian di kaji serta
dianalisis oleh pimpinan perusahaan untuk dilihat dan disusun secara pendekatan
skala prioritas.
Sebagai catatan yang harus diingat dalam
berbagai kasus kajian diketahui bahwa apa yang terjadi disetiap organisasi bisa
berbeda-beda. Permasalahan yang terjadi di kantor pusat berbeda yang terjadi di
kantor cabang, dan apa yang terjadi di kantor cabang adalah berbeda dengan apa
yang terjadi di kantor unit. Sehingga pada saat konsep perubahan khususnya
melakukan perubahan pada kultu organisasi perusahaan haruslah dilihat secara
jauh lebih detil. Ini sebagaimana ditegaskan oleh Schein, Hood dan Koberg,
bahwa “tipe kultur dalam suatu perusahaan dapat bervariasi antara divisi,
departemen atau bagian yang satu dengan yang lain dalam suatu perusahaan,
“Schein 1986; Hood dan Korbeg 1991)
Artinya seorang pimpinan mengerti jika perubahan
bisa membawa dampak pada perbaikan namun semua itu harus dilakukan secara
bertahap. Konsep skala prioritas merujuk kepada berbagai segi seperti melihat dari segi ketersediaan
dana, kepemilikan sumber daya manusia, keberadaan fasilitas perusahaan untuk
saat ini, serta kondisi eksternal lainnya.
2.4. Bentuk, Karakteristik, dan Mekanisme
Balance Scorecard
Sebelum kita
melangkah lebih jauh ada baiknya kita memahami bentuk, karakteristik, dan
mekanisme balanced scorecard. Menurut
Bambang Sudibyo sifat-sifat dan deskripsi berikut ini menggambarkan bentuk,
karakteristik, dan mekanisme BSC secara singkat:
Bentuk, karakteristik, dan makanisme
BSC secara singkat :
1.
Instrument pengukuran kinerja
manajemen yang multidimensional.
2.
Akomodatif terhadap kepentingan
banyak kelompok.
3.
Berorientasi pada implementasi misi
dan strategi.
4.
Management
by objective (MBO)
5.
Oprsional konkrit.
6.
Seimbang (balanced).
7.
Hubungan sebab-akibat
8.
Memberikan lagging dan leading
investors kinerja sukses.
9.
Sistem manajemen era reformasi
10. Top-down dan bottom-up
11. Strategic business unit (SBU) based.
Yang paling
penting untuk disadari adalah bahwa penerapan BSC seperti dikatakan Creelman
(1996), bukanlah sekedar menerapkan suatu instrument pengukuran baru, karena
penerapan BSC mensyaratkan adanya
pergeseran cara berpikir yang fundamental dalam pengelolaan bisnis.
2.5. Konsep Strategi Balanced Scorecard
Pada
bagian atas telah dijelaskan secara singkat kerangka BSC dalam mewujudkan visi
dan misi perusahaan. Secara strategi BSC berfungsi dalam membangun kesatuan
kerja di lingkungan perusahaan. Secara lebih detail dapat kita jelaskan di
bawah ini. Kinerja
keuangan sering mengalami kondisi yang fluktuatif dan kondisi fluktuatif
tersebut terjadi sangat mungkin disebabkan oleh krtiga fakyor lainnya dalam BSC
itu sendiri. Kinerja keuangan akan mengalami penurunan jika penjualan mengalami
pemurunan. Penurunan penjualan terjadi karena salah satu pihak konsumen merasa
kecewa atau tidak terpuaskan terhadap produk yang dipakainya. Secara realita
setiap konsumen meninginkan kepuasan, dan kepuasan konsumen hanya dapat
diperoleh jika produsen mampu melakukan identifikasi pada setiap segmentasi
produk yang dituju secara akurat. Memang “ Konsep Balanced Scrocard yang
diciptakan untuk memperluas ukuran kinerja eksekutif agar tidak hanya terbatas
pada ukuran kinerja di perspektif keuangan rupanya belum berhasil mengubah
secara radikal sistem pengukuran kinerja pusat pertanggungjawaban ”.
Kepuasan
konsumen tersebut dipengaruhi oleh kualitas kinerja internal perusahaan dalam
mengembangkan produk yang memiliki nilai kompetitif dipasar. Research and
development bertugas dalam melakukan penelitian dan pengembangan produk secara
berkelanjutan. Sebuah produk memiliki nilai rendah dimata konsumen jika ada
sisi cacat dan begitu pula sebaliknya. Saat ini biisnis harus mampu memenuhi
tuntutan keinginan konsumen. Ini seperti yang dikemukakan oleh Mulyadi yaitu
“Karena pemangku kepentingan kunci dalam bisnis modern adalah customer,
tuntutan customer telah memainkan peran menentukan dalam mendefenisikan ukuran
kinerja yang digunakan oleh organisasi. Perusahaan perlu mengembangkan
customer-driven performance management systems-sistem pengolahan kinerja yang
dipacu oleh pemuasan kebutuhan customer, sehingga seluruh perhatian, pemikiran,
dan usaha personel diarahkan untuk memenangkan pilihan customer”. Untuk menciptakan
produk yang berkualitas maksimal harus didukung oleh pembentukan manajemenan
kinerja yang baik. Artinya para karyawan harus diberikan pelatihan dan
pengembangan. Contohnya bagi karyawan
yang bekerja pada perusahaan bidang furniture diberikan pelatihan
tentang bagaimana mendesain, memilih, menilai dan lainnya tentang furniture
beserta berbagai ruang lingkupnya.
Ini
sebagaimana dikatakan Mulyadi bahwa “Dalam manajemen modern, kinerja personel
(manajer dan karyawan) tidak cukup hanya diukur, namun perlu
dikelola-direncanakan secara strategic, diukur dan dinilai, serta diberi
penghargaan berbasis kinerja”.
Pada
saat kualitas telah tercapai sesuai keinginan konsumen, maka penjualan akan
terjadi peningkatan. Peningkatan penjualan ini akan mampu mendorong peningkatan
dalam perolehan laba perusahaan. Artinya kinerja keuangan terjadi peningkatan,
lebih jauh peningkatan kinerja keuangan akan mampu memberi kepuasan kepada
Dewan Komisaris yaitu peningkatan pada perolehan deviden. Para stakeholders
adalah mereka yang berkepentingan terhadap suatu organisasi, karena itu para
stakeholders memerlukan informasi yang maksimal. Dengan perolehan informasi
tersebut diharapkan para stakeholders tersebut akan memiliki banyak dasar dalam
setiap pengambilan keputusan. Salah satu kelemahan dalam pengambilan keputusan
karena perolehan informasi yang tidak maksimal. Contoh pada saat perusahaan
akan menciptakan produk baru, tentu didahului oleh tindakan melakukan riset
pasar. Kebijakan riset dilakukan aras dasar agar penciptaan produk baru
tersebut sesuai dengan harapan konsumen. Namun ternyata hasil perolehan riset
pasar yang dilakukan, terutama penggunaan metodologi riset yang tidak sesuai
atau dengan kata lain bias yang dihasilkan adalah terlalu besar.
Gambar 9.2: From Strategy to Perforrmance Measures:
The Balanced Scorecard
Para manajer baik mereka yang
berada diposisi top dan middle management menginginkan informasi yang paling
realistis dari kondisi bisnis yang berlaku saat ini. Karena mereka adalah
termasuk para pengguna pelaporan bisnis yang lebih jauh akan mampu mendukung
proses pengambilan keputusan mereka. Menurut Robert S. Kaplan dan David P.
Norton, bahwa “Untuk memenuhi kebutuhan para pengguna yang terus berubah,
sistem pelaporan bisnis harus :
·
Menyediakan lebih
banyak informasi tentang rencana, peluang, risiko dan ketidakpastian.
·
Lebih memfokuskan diri
kepada berbagai faktor yang menciptakan nilai jangka panjang, termasuk ukuran
financial yang memberi petunjuk tentang kinerja berbagai proses bisinis penting
perusahaan.
·
Menyelaraskan dengan
baik informasi yang dilaporkan kepada pihak eksternal dengan informasi pihak
internal kepada manajemen tingkat atas untuk mengelola perusahaan.
Pada saat suatu perusahaan
berencana menerapkan konsep strategi dalam menjalankan suatu perusahaan maka
artinya perusahaan tersebut harus melakukan evaluasi terlebih dahulu terhadap
konsep manajemen yang dijalankan selama ini. Strategi bersifat jangka panjang
dan taktik adalah bersifat jangka pendek, sehingga jika kita melihat perspektif
karyawan datang terlambat serta kemampuannya dalam menghasilkan produk baru.
Yaitu apakah produk tersebut bersifat untuk mengejar kebutuhan jangka pendek
atau jangka panjang. Sementara kita mengetahui konsep BSC merupakan konsep yang
bersifat jangka panjang.
Tabel
9.1: Perspektif dan Ukuran Generik
Perspektif |
Ukuran Generik |
Finansial |
Tingkat
pengembalian investasi dan nilai tambah ekonomis |
Pelanggan |
Kepuasan,
retensi, pangsa pasar, dan pangsa rekening |
Internal |
Mutu, waktu
tanggap, biaya, dan pengenalan produk baru |
Pembelajaran
dan pertmbuhan |
Kepuasan pekerja
dan ketersedian sistem informasi |
2.6.
Manajemen
Kepemimpinan Berbasiskan Balanced Scorecard
Balanced
scorecard, sebagaimana yang dituturkan oleh penciptanya yaitu Robert S. Kaplan
dan David P. Norton bermula dari suatu penelitian satu tahun pada selusin
perusahaan-Advanced Micro Devices, American Standart, Apple Computer, Bell
South, CIENA, Conner System, General Electry, Hewlett-Pachard dan Shell Canada
pada tahun1990 disponsori oleh Nolan Norton Institute, lembaga penelitian milik
KPMG. Penelitian itu berjudul “Measuring Performance in the Organization of the
Future,” dan David Norton, CEO dari Nolan Norton, bertindak sebagai ketua tim
peneliti sementara Bob Kaplan menjadi konsultan akademisnya.
Dari
hasil penelitian yang mereka lakukan serta di publikasikan fi jurnal
internasional. Maka reaksi public menjadi berbeda pada saat membaca hasil
penelitian tersebut, termasuk munculnya reaksi positif dari kalangan pebisnis.
Selama ini kalangan pebisnis cenderung melihat persoalan manajemen pegelolaan
bisnis hanya dilihat dari sisi yang sederhana saja dan diselesaikan ketika
ditemukan berbagai masalah yang terjadi nantinya. Namun konsep BSC menempatkan
kajian manajemen tidak hanya dilihat secara sederhana atau berpandangan
tradisional kapitalis. Dalam artian setiap persoalan yang terjadi di suatu
perusahaan baik majum maupun mundur dilihat dari segi perolehan keuntungan yang
diperoleh tanpa mengerti sebab musahab yang melatarbelakanginya.
Pengukuran
dari segi keuangan dilihat sebagai pengukuran yabf begitu mudah untuk diukur,
apalagi jika keberadaan data-data keuangan semuanya tersedia dengan baik dan
selanjutnya dimasukan formula serta di forecast. Forecast (peramalan) dilakukan
berdasarkan data-data masa lalu.
Namun
untuk memberikan hasil analisis yang lebih komprehensif bagi seoraang pimpinan
diharuskan untuk manganalisis setiap masalah secara pendekatan multi
dimensional. Dengan tujuan akan diperoleh pengukuran kinerja secara multi
dimensional pula. Ini sebagai mana dikatakan oleh Bambang Sudibyo bahwa
“pengukuran kinerja secara multi dimensional tidak hanya terbatas pada
area-area yang mudah diukur (hard measurement) seperti area financial, tetapi
juga pada area-area yang sulit diukur (soft measurement) memang tampaknya
sedang menjadi kecenderungan baru dalam pengukuran”.
Kajian
dan analisis secara umum akan menghasilkan rekomendasi secara umum (general
recommendation) dan kajian serta analisis secara komplek akan menghasilkan
rekomendasi secara komplek. Seorang pimpinan harus melihat hard measurement dan
soft measurement sabagai satu kesatuan yang utuh, artinya itu bisa dikaji secar
terpisah namun kedua-duanya pada prinsipnya saling memiliki keterkaitan dan
bisa saling mempengaruhi.
Dengan
menempatkan analisis dari segi non keuangan, maka diharapkan pimpinan dapat
mengetahui dimana sebab timbulnya masalah penurunan kinerja perusahaan.
Sehingga dengan begitu pimpinan bisa melakukan pengubahan budaya kerja yang
selama ini dianggap tidak mampu memberikan dampak pada peningkatan kinerja
perusahaan. Beberapa
ahli pakar manajemen telah mengemukakan budaya yang berlaku disuatu organisasi
menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tenaga organisasi tersebut.
Sebagaimana dikemukakan oleh Lusch dan Harvey (1994), peningkatan kinerja
organisasional dapat dipengaruhi oleh aktiva tidak berwujud antara lain :
kultur organisasi, hubungan dengan pelanggan dan citra perusahaan.
Seorang
pimpinan dengan kepemilikan ilmu kepemimpinannya dituntut untuk mampu
mendiagnosis setiap masalah yang terjadi dan bahkan akan terjadi. Customer saat
ini telah memposisikan dirinya sebagai pihak yang menentukan dan bisa
mempengaruhi perusahaan. Dalam era dimana pasar berlangsung sangat kompetitif
mengaruskan setiap perusahaan mampu memahami apa yang menjadi keinginan
pelanggan. Semua ini semakin terasa pada saat globalisasi masuk dan dirasakan
oleh setiap negara. Globalisasi
dilihat sebagai bentuk pencarian masyarakat dunia yang bergerak keseluruh dunia
menuju kemajuan dengan pergerakan tanpa batas (borderless world). Seorang
pebisnis dari Afrika Selatan bisa dengan mudah melakukan investasi kenegara
Asia karena sarana transportasi dan
kelengkapan dalam bidang teknologi (information technology) yang dimilikinya.
Atau ia bisa mengevaluasi dalam mata uang dolar Singapura dengan mengkonversikan
dengan mata uang lain serta mengambil selisih keuntungan untuk kemudian dipakai
sebagai modal investasinya.
Setiap
konsumen yang menginginkan suatu produk saat ini bisa melihat di internat dan
selanjutnya memesan dan mentransfer dana beserta ongkos kirim. Kondisi seperti
ini telah menyebabkan penjualan barang berlangsung menjadi lebih cepat, serta
bisnis kurir pengantar barang menjadi salah satu bisnis yang menarik. Sehingga
tidak heran perusahaan kurir pengantar barang seperti Fed-Ex, JNE, TIKI dan sejenisnya
menjadi begitu berkembang.
Sebuah
perusahaan local dengan memanfaatkan jaringan internet bisa dengan cepat
memperluas pasar penjualannya jika ia mampu memahami apa yang diinginkan oleh
konsumen di berbagai negara. Sebuah produk yang lahir pada saat ini bukan hanya
membidik untuk disukai oleh customer domestic saja, namun juga bagaimana
customer asing melirik atau menyukai produk tersebut. Pemimpin bisnis untuk
saat ini adalah mereka yang memiliki pandangan multi dimensional dan mampu
melahirkan keputusan yang bisa diterima dan dipakai secara multi dimensional.
BSC telah memahami berbagai sebab yang harus diantisipasi pada saat suatu
perusahaan berkembang dan tumbuh secara inter nasional.
Seorang
pimpinan harus memahani dengan jelas bahwa masyarakat pada era sekarang ini
adalah sebuah bentuk dari struktur masyarakat global yang menggunakan produk
dan menerapkan cara berpikir global. Karena faktor itu perusahaan dituntut
untuk menerapkan manajemen yang berbasis konsep global, secara tidak langsung
mekanisme operasional perusahaan harus bersifat global. Untuk mewujudkan ini
perlu dilakukan pelatihan dan pendidikan bagi para karyawan agar mengetahui
konsep dan cara berpikir secara global yang nantinya akan tertuang dalam bentuk
hasil produk. Untuk
menerapkan konsep global tersebut perusahaan harus dengan cepat melakukan
adaotif dalam menyesuaikan setiap perubahan sekarang ini dengan kondisi realita
di perusahaan. Seperti penggunaan teknologi modern yang memiliki spesefikasi
tinggi sehingga cepat terkoneksi dengan berbagai permasalahan, baik pengaduan
masalah dari pihak eksternal. Sehingga penanganan masalah tidak terjadi
penumpukan namun menjadi cepat terselesaikan. Oleh karena itu solusi
penerapan yang harus diterapkan adalah “Berfikir, merencanakan dan merealisasikan
semua aktifitas usaha dengan menerapkan standart-standart internasional
terutama aktivitas yang terkait dengan aspek permodalan, regulasi transparansi
atau komunikasi, tekonolodi serta kompetensi manajemen dan karyawan”.
Sumber: Robbins et al. Management, edisi keenam.
(1999:117)
Gambar
9.3: Bagaimana Organisasi/Perusahaan –perusahaan Go Internasional
Bertitik tolak dari pendapat diatas
pimpinan di sebuah perusahaan jika ia berkeinginan menerapkan konsep BSC
sebagai salah satu alat pendukung analisis maka dimensi konsep BSC juga harus
dilihat dari sudut perspektif global. Dengan tujuan konsep balanced scorecard
yang disusun tersebut memiliki kemampuan adaptasi sacar global, sehingga risiko
kegagalan dalam aplikasi dapat dihindari. Dan jika kita melihat pada ide dan
keinginan dari dikembangkannya konsep balanced scorecard jelas bahwa ini
mengarah pada perbaikan yang berkesinambungan. Artinya konsep balanced
scorecard memang disiapkan untuk membuat perusahaan siap masuk ke pasar
internasional. Dengan begitu penerapan konsep balanced scorecard tidak bisa
dilakukan secar setengah-setengah ini sebagaimana dikemukakan oleh Birchard,
bahwa :
Penerapan BSC tidak bisa
setengah-setengah, melainkan harus all out David Norton, partner Bob Kaplan
dalam penciptaan konsep BSC, juga memperingatkan bahwa BSC adalah alat untuk
mengelola pertumbuhan dan strategi jangka panjang, yang implikasinya adalah
bahwa BSC hanya cocok bagi perusahaan-perusahaan progresif bervisi ke depan
yang mau investasi pada penelitian, riset, teknologi, sistem, perubahan budaya
perusahaan, transformasi organisasi, pemberdayaan karyawan dan lain-lain
investasi yang hasilnya adalah pertumbuhan jangka panjang, yang baru akan
dirasakan dampaknya dalam jangka panjang pula.
Dan lebih tegas Bambang Sudibyo
mengatakan “BSC tidak cocok untuk eksekutif yang visi kedepannya pendek.”
Dengan kata lain BSC hanya cocok dipakai dan diterapkan oleh pimpinan suatu
organisasi yang memiliki pandangan dan keinginan membawa organisasinya kepasar
internasional.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Konsep balanced
scorecard menempatkan kajian manajemen tidak hanya dilihat dari yang sederhana
atau berpandangan tradisional kapalitas. Dalam artiam setiap persoalan yang
terjadi disuatu perusahaan baik maju
maupun mundur dilihat dari segi perolehan keuntungan yang diperoleh tanpa
mengerti sebab musabab yang melatar belakanginya. Dengan demikian konsep balanced scorecard
merupakan salah satu pendukung analisa yang harus dilihat dari sudut perspektif global. Dengan tujuan
memiliki kemampuan adaptasi secara global, sehingga resiko kegagalan dalam
aplikasi dapat dihindari. Dengan begitu konsep ini diterapkan oleh perusahaan
yang siap untuk masuk pasar internasional dan tidak bisa dilakukan secara
setengah-setengah dan hanya cocok dipakai dan diterapkan oleh pimpinan suatu
organisasi yang memiliki pandangan dan keinginan membawa organisasinya ke pasar
internasional.
3.2. Saran
Pahamilah
balanced scorecard dalam perspektif
manajemen kepemimpinan agar pehamanya bertambah dan bisa mengetahui balanced
scorecard dalam perspektif manajemen kepemimpinan sehingga mampu menerapkan
nantinya didunia lapangan kerja
DAFTAR PUSTAKA
Fahmi,
Irham. 2013. Manajemen Kepemimpinan. Bandung:
Alfabeta.
Posting Komentar